Tuesday, December 16, 2014

Makalah Jaminan Fidusia



JAMINAN FIDUSIA

Disusun oleh :


 Alvinur Rahmi           : 1203101010273




https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSsdjpI56pJZ4g2sNqoeziLu5xSxlme83Vk0C7TNsPo2ykeLvTw
 






FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2014



BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Hukum  jaminan tergolong dalam bidang hukum ekonomi (The Economic law) yang mempunyai fungsi sebagai penunjang kegaiatan  pembangunan pada umumnya. eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat kita temui landasannya pasa ketentuan Pasal 1233 Undang-undang hukum perdata yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap perjanjian dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena undang-undang”.
Jaminan Fidusia menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999, dalam pasal 1 butir 2 menyebutkan “Hak Jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu ysng memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya”
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang fidusia, eksistensi fidusia sebagai pranata jaminan diakui berdasarkan Yurisprudensi.konstruksi fidusia berdasarkan yurisprudensi yang pernah ada adalah penyerahan hak milik atas kepercayaan,atas benda atau barang-barang bergerak milik debitor kepada kreditor dengan penguasaan fisik atas barabg-barang itu tetap pada debitor
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya fidusia ini berasal dari suatu perjajinjian yang didasarkan atas kepercayaan.namun lama kelamaan dalam prakteknya diperlukan sebuah kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak.


B.     Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang kami bahas dalam makalah ini yaitu :
1.      Bagaimana cara pendaftaran jaminan fidusia
2.      Bagaimana cara Pengalihan Fidusia
3.      Bagaimana cara pelaksanaan eksekusi atas benda jaminan fidusia
4.      Apa yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan pembuatan makalah ini adalah :
1.    Menberitahukan kepada pembaca tentang jaminan fidusia
2.    Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Hukum Jaminan















BAB II
Pembahasan
A.      Pendaftaran Jaminan Fidusia
Pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan dengan mengajukan suatu permohonan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia. selnjutnya disingkat menjadi KPF, dengan disertai Surat Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia.[1]
Pendaftaran Jaminan Fidusia  diatur dalam Pasal 11 sampai dengan pasal 18 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun  2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.[2]
Untuk memberikan kepastian hukum, Pasal 11 Undang-undang Jaminan Fidusia mewajibkan Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia. Dimana Segala keterangan mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia terbuka untuk umum (Pasal 18 Undang-undang Jaminan Fidusia).[3]
Tujuan pendaftaran jaminan fidusia:
1.        Untuk memberikan kepstian hukum kepada para pihak yang berkepentingan,
2.        memberikan hak yang didahulukan (freferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur yang lain, ini disebabkan jaminan fidusia memberikan hak kepada penerima fidusia untuk tetap menguasai bendanya yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan.
Prosedur dalam pendaftaran jaminan fidusia, sebagaimana  yang diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Biays Pembuatan Akta Jaminan Fidusia disajikan sebagai berikut :[4]
1.        Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia, yang memuat:
a.         Identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia
b.        Tanggal, Nomor Akta Jaminan Fidusia, Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia.
c.         Data perjanjia pokok yang dijamin fidusia
d.        Uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
e.         Nilai penjaminan, dan’Nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.[5]
Permohonan itu dilengkapi dengan :
a.       Salinan akta notaris tentang pembebanan jaminan fidusia.
b.      Surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia.
c.       Buku pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia (Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia).
2.      Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran;
3.      Membayar biaya pendaftaran fidusia
Biaya pendaftaran fidusia disesuaikan dengan besarnya nilai penjaminannya. Apabila nilai penjaminannya kurang dari Rp. 50.000.000., maka besarnya biaya pendaftarannya paling banyak Rp. 50.000. Besarnya biaya pendaftaran fidusia ini adalah 1 per mil dari nilai penjaminan(nilai kredit).
4.      Kantor Pendaftara Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan penerimaan permohonan pendaftaran. Hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia adalah:
a.       Dalam judul sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA,” Sertifikat jaminan ini mempunyai kekuatan eksekutorial.
b.      Di dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan hal-hal berikut ini :
1)      Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia
2)      tempat, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia
3)      Data perjanjian poko yang dijamin fidusia
4)      Uraian mengenai objek benda jaminan yang menjadi objek jaminan fidusia
5)      nilai penjaminan, dan
6)      nilai benda yang menjadi objek benda jaminan fidusia.
5.      Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.
Didalam pasal 17 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah ditentukan larangan untuk melakukan fidusia ulang, yang berbunyi:
“Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.[6]

B.     Pengalihan Fidusia
Pasal 19 Undang-undang Jaminan Fidusia menetapkan bahwa pengalihan hak atas piutang “cessie” yang dijamin dengan Jaminan Fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia kepada kreditur baru. Peralihan itu didaftarkan oleh kreditur baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.[7]
Dengan adanya Cessie ini, maka segala hak dan kewajiban penerima fidusia lama beralih kepada penerima fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan kepada pemberi fidusia. Pemberi Fidusia dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek fidusia, karena jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada. Pengecualian dari ketentuan ini, adalah bahwa pemberi fidusia dapat engalihkan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.[8]

C.    Eksekusi Jaminan Fidusia
Eksekusi jaminan fidusia diatur dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Yang dimaksud dengan eksekusi jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Yang menjadi penyebab timbulnya eksekusi jaminan fidusia ini adalah karena debitur atau pemberi fidusis cedera janji atau tidak memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada penerima fidusia, walaupun mereka telah diberikan somasi.[9]
Berdasarkan Pasal 29 ayat 1 Undang-undang Fidusia mengatur pelaksanaan eksekusi atas benda jaminan fidusia, dengan menetapkan:
 (1)          Apabila debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi  terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a.         Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima Fidusia
b.        Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima-fidusia sendiri melalui pelelangan umum
c.         Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima-fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.[10]
Jadi prinsipnya adalah bahwa penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia harus melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi. Namun, demikian dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik Pemberi Fidusia ataupun Penerima Fidusia, maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia dan syarat jangka waktu pelaksanaan penjualan tersebut dipenuhi[11]
Ada dua kemungkinan dari hasil pelelangan atau penjualan barang jaminan fidusia, yaitu:
1.        hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia.
2.        hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur atau pemberi fidusia tetap bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar.
Ada 2 janji yang dilarang dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia, yaitu:
1.        Janji melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, dan
2.        Janji yang memberi kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cedera janji.

Kedua macam perjanjian tersebut adalah batal demi hukum, Artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.[12]

D.    Hapusnya dan Roya Jaminan Fidusia
Yang dimaksud dengan hapusnya Jaminan Fidusia adalah tidak berlakunya lagi jaminan fidusia.[13] Dalam Pasal 25 Undang-Undang Fidusia, menyatakan bahwa:
1.      Jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a.       hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia.
b.      pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau
c.       musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
2.      Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapus klaim asuransi.[14]
Apabila hutang dari pemberi fidusia telah dilunsi olehnya, menjadi kewajiban penerima fidusia, kuasanya, atau wakilnya untuk memberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia yang disebabkan karena hapusnya hutang pokok. Pemberitahuan itu dilakukan paling lambat 7 hari setelah hapusnya jaminan fidusia yang bersangkutan dengan dilampiri dengan dokumen pendukung tentang hapusnya jaminan fidusia. Dengan diterimanya surat pemberitahuan tersebut, maka ada 2 hal yang dilakukan Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu:
1.      Pada saat yang sama mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia, dan
2.      pada tanggal yang sama dengan tanggal pencoretan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan “sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.”[15]



























BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan
1.      Jaminan Fidusia menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999, dalam pasal 1 butir 2 menyebutkan “Hak Jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu ysng memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya”.
2.      Pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan dengan mengajukan suatu permohonan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia
3.      eksekusi jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

B.     Saran
Kami selaku penyusun sangat menyadari masih jauh dari sempurna dan tentunya banyak sekali kekurangan dalam pembutan makalah ini.Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami.
Oleh karena itu, kami selaku pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya bagi pembaca.












Daftar Pustaka

Salim. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Satrio, J. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusis.  Bandung: Citra Aditya Bakti.
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Yayasan, Jaminan Fidusia, Jabatan Notaris, Advokad,dan Peraturan Pelaksanaannya Tahun 2009. Jakarta: Tamita Utama.
Widjaja, Gunawan.,  Ahmad Yani. 2000. Jaminan Fidusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


[1]. J.Satrio. Hukum Jaminan Hak Jminan Kebendaan Fidusia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 251.

[2]. Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafinda Persada, 2004), hal. 82.

[3]. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani.  Jaminan Fidusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000). hal. 139.

[4]. Salim HS, Op.Cit., hal.82

[5]. Gunawan  widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal.140

[6] . Salim HS, Hukum Jaminan ......, hal.83

[7]. Gunawan  widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal.148

[8]. Salim HS, Op.Cit., hal.88

[9]. Ibid., hal.49

[10] . Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Yayasan, Jaminan Fidusia, Jabatan Notaris, Advokad,dan Peraturan Pelaksanaannya Tahun 2009. (Jakarta: Tamita Utama, 2009), hal.124

[11] Gunawan  widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan ......, hal.152

[12] . Salim HS, Perkembangan Hukum...., hal.91

[13]. Ibid., hal.88

[14] J. Satrio, Hukum Jaminan hak...., hal. 301

[15] . Salim HS, Perkembangan Hukum...., hal.88.


Tuesday, October 21, 2014

Makalah Penanaman Modal



KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT dan Shalawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW karena berkat rahmat dan hidayahnya kami bisa menyelesaikan makalah Hukum Dagang dengan judul Penanaman Modal
Tema ini diberikan kepada kami untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dagang. Kami sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata, hanya kepada Allahlah kita berlindung dan mengharapkan taufiq serta hidayah-Nya.
Akhirul kalam. Ihdinas shiratAl mustaqim. tsumma assAlamu ‘Alaikum warahmatullahi wabarakatu



                                                            Banda Aceh, 3 Mei 2014


Penulis










DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB 1     PENDAHULUAN
                 1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
                 1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 3
1.3  Tujuan Penulisan........................................................................................... 3
BAB 2     PEMBAHASAN
2.1              Penanaman Modal................................................................................... 4
2.1.1        Pengertian Penanaman Modal............................................................ .... 4
2.1.2        Jenis-jenis Penanaman Modal.................................................................. 5
2.1.3        Asas dan Tujuan Penanaman Modal....................................................... 7
2.2              Penanaman Modal Dalam Negeri.......................................................... 12
2.2.1        Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri........................................ 13
2.2.2        Fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri............................................ 15
2.2.3        Bidang Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri.................................. 15
2.2.4        Pengesahan, Perizinan dan Tata Cara PMDN....................................... 15
2.3       Penanaman Modal Asing...................................................................... 16
2.3.1    Pengertian Penanaman Modal Asing.................................................... 16
2.3.2    Fasilitas Penanaman Modal Asing........................................................ 17
2.3.4        Bidang Usaha Penanaman Modal Asing............................................... 18
2.3.4    Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Asing.................................. .. 20
2.4       Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal............................................ 22
BAB 3     Kesimpulan..................................................................................................... .. 24           
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 25




BAB I
PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang
Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan untuk membangun kembali perekonomian Indonesia yang tertinggal dari negara-negara maju baik yang ada di kawasan regional maupun kawasan global. Adapun salah satu sumber dana utama guna memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional tersebut diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi. Mengingat akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi bagi pembangunan nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal atau investasi mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan menjadi bagian yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan adanya kegiatan penanaman modal atau investasi Indonesia dapat mengolah segala potensi ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil.
Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor setidak-tidaknya dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity (investasi mampu memberi keuntungan secara ekonomis bagi investor); kedua, political stability (investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik); ketiga, legal certainty atau kepastian hukum.
Dari ketiga faktor diatas dapat dikatakan bahwa faktor kepastian hukum (legal certainty) merupakan faktor yang paling sering dijadikan dasar pertimbangan utama bagi para investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan penanaman modal atau investasi di suatu negara. Hal ini dikarenakan investor mempunyai kepentingan serta tujuan dalam menanamkan modalnya dan dalam usaha mempertahankan kepentingan serta tujuan tersebut instrumen hukum adalah alatnya.
Pembangunan instrumen hukum penanamam modal atau investasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1967 yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA) Negeri (UU PMDN). Penggairahan iklim penanaman modal atau investasi pun tidak hanya berhenti disitu saja, hal ini dapat dilihat dari dilengkapi dan di sempurnakannya kedua undang-undang di atas. Adapun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA (UU PMA), sedangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN (UU PMDN).
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang PMA (UU PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang PMDN (UU PMDN), dapat dikatakan kegiatan penanaman modal atau investasi di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Di dalam perkembangan hukum di Indonesia Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN) kini tidak berdiri secara sendiri-sendiri lagi. Pada saat ini pengaturan mengenai penanaman modal atau investasi telah diatur dalam sebuah undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM), yang disahkan pada tanggal 26 April 2007.
Perlu diketahui pula bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga tidak dapat dipisahkan dari keanggotaan Indonesia di Wold Trade Organization (WTO), dimana Indonesia telah meratifikasi kesepakatan pendirian WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 yang mewajibkan Indonesia untuk mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal dengan kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam WTO.
Sejak diundangkan, undang-undang ini telah menimbulkan perbedaan pandangan yang cukup signifikan dan cenderung bertolak belakang. Pandangan pertama menganggap undang-undang ini sangat berpihak kepada investor asing dengan adanya jaminan perlakuan yang sama antara investor asing dan domestik.
Pandangan ini mengarah kepada suatu pendapat yang menganggap bahwa undang-undang ini tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Pandangan kedua, menganggap undang-undang ini merupakan salah satu solusi yang tepat mengatasi problema penanaman modal di Indonesia. Undang-undang ini juga dikatakan telah disesuaikan dengan perubahan perekonomian global yang semakin terbuka dan tanpa batas serta telah memenuhi kewajiban internasional Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional.
Apabila dipahami secara cermat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebenarnya dibangun di atas pendekatan yang sama dengan undang-undang penanaman modal di negara sedang berkembang pada umumnya. Dimana selain memberi kesempatan yang lebih luas kepada investor asing dengan menjamin adanya perlakuan yang sama antara penanam modal asing (PMA) dan penanam modal dalam negeri (PMDN), undang-undang ini juga membuka ruang yang luas bagi pemerintah untuk menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu kepada penanaman modal asing (PMA) untuk menjaga kepentingan nasional.

1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan Penanaman Modal Dalam Negeri?
2.      Apa yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing?
3.      Bagaimana Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal?

1.3       Tujuan Penulisan
1.     Agar mahasiswa mengetahui Penanaman Modal Asing
2.     Agar mahasiswa mengetahui Penanaman Modal Dalam Negeri
3.     Agar mahasiswa mengetahui bentuk Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal













BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Penanaman Modal
2.1.1    Pengertian Penanaman Modal
            Penanaman modal diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan dana yang dimiliki dengan menanamkannya ke usaha/proyek yang produktif baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan harapan selain mendapatkan pengembalian modal awalnya dikemudian hari, tentunya pemilik modal juga akan mendapatkan sejumlah keuntungan dari penanaman modal dimaksud. Lebih khusus Komaruddin memberikan pengertian penanaman modal sebagai :
1.      Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau suatu penyertaan lainnya
2.      Suatu tindakan membeli barang modal dan
3.      Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi, dngan pendapatan di masa yang akan datang
Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) dalam ketentuan umum Bab I Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan Penanaman Modal sebagai :
“ segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.”
Bagian penjelasan dari pasal 2 UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan penanaman modal adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio karena merupakan bagian dari Hukum Pasar Modal. Penanaman modal langsung (direct investment) dilakukan oleh para pemilik modal dengan cara membentuk perusahaan sendiri, menyediakan dana, dan menjalankan usaha tersebut, sedang penanaman modal tidak langsung dilakukan oleh pemilik modal dengan cara membeli saham atau obligasi yang diterbitkan oleh suatu perusahaan atau unit pemerintah. Kedua jenis penanaman modal tersebut sangat dibutuhkan dalam pembangunan nasional karena sifatnya yang saling mengisi. Apabila pada suatu saat jumlah penanaman modal langsung tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, kebutuhan modal dalam pembiayaan pembangunan nasional dapat diisi oleh penanaman modal tidak langsung tersebut.
Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang mengikutinya. Diantaranya adalah Undang-undang No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing jo Undang-undang No. 11 tahun 1970, Undang-undang No. 6 Tahun 1968 jo Undang-undang No. 12 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, kemudian diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

2.1.2    Jenis-jenis Penanaman Modal
1.   Berdasarkan Subjek
Penanaman modal berdasarkan subjek dapat dikelompokkan menjadi 3 macam :
a.       Personal Investment/penanaman modal perorangan yaitu :
Penggunaan kekayaan individual untuk menjalankan suatu usaha yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan, termasuk dalam personal investment ini antara lain  penggunaan modal oleh petani untuk menggarap lahan oleh petani, pedagang untuk membuka warung atau penanaman modal perseorangan/invesmen ini dapat pula berupa penggunaan kekayaan individual untuk memasukkan sahamnya ke perusahaan-perusahaan baik dengan mendirikan perusahaan secara langsung maupun dengan memilih perusahaan-perusahaan yang maju dalam bidangnya.
b.     Interprise Investment yaitu  :
Penanaman modal oleh perusahaan dengan menggunakan bagian laba perusahaan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham tetapi digunakan untuk memperluas usahanya atau untuk membuka cabang-cabang baru
c.     Public Investment/Penanaman modal Negara yaitu :
Penggunaan kekayaan Negara untuk menjalankan usaha tertentu dengan membentuk badan-badan usaha milik Negara ataupun BUMD. Publik Invesment ini pada prinsipnya digunakan untuk melaksanakan urusan-urusan yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti untuk pengadaan tenaga listrik, air minum, transportasi umum, pos, telekomunikasi dsbnya. Dewasa ini, usaha-usaha negara ini seperti yang dimaksudkan Pasal 33 ayat 2 UUD’45 “cabang-cabang perusahan yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” artinya diurus langsung oleh Negara setelah dilaksanakan melalui pembentukan persero seperi pos dan telkom.

2.   Berdasarkan Bentuknya
Penanaman modal dapat dikelompokkan menjadi 3 macam :
a.     Direct Investment/ Penanaman modal langsung
Penanaman modal memberi kewenangan kepada Investor untuk secara langsung mengontrol jalannya perusahaan dimana modalnya ditanam dan langsung pula menanggung resiko atau untung rugi dari penanaman modal tersebut.
b.     Port Folio Investment
Penanaman modal yang tidak memberi kewenangan kepada pemilik modal untuk mengontrol jalannya perusahaan tetapi yang bersangkutan secara langsung menanggung resiko atau untung rugi dari penanaman modal itu. Port Folio Investment ini dilakukan dengan cara membeli saham suatu perusahaan kurang dari 50 % sehingga yang bersangkutan tidak memegang suara mayoritas di dalam RUPS, misalnya dengan membeli saham di bursa saham suatu perusahaan yang go public hanya menjual sahamnya kurang dari 25 % sehingga pemilik perusahaan yang asli tetap memegang suara mayoritas agar kendali perusahannya tidak berpindah kepada pihak lain. Namun demikian, dalam bidang usaha tertentu berdasarkan perjanjian tertentu dapat saja pemegang saham mayoritas di beri hak kontrol terhadap jalannya perusahaan.
c.     Indirect Invesment/penanaman modal tidak langsung
Penanaman modal yang dilakukan dengan pembelian kredit sehingga si penanam modal atau kreditur pada asasnya tidak mengontrol jalannya perusahaan dan tidak pula menanggung resiko atas untung ruginya perusaaan itu. Pihak kreditur sebagai investor hanya mengharapkan si debitur dapat mengembalikan pinjaman beserta bunganya menurut waktu yang telah disepakati bersama, kreditur tidak mau tahu apakah kegiatan usaha milik debitur memperoleh keuntungan atau tidak walaupun debitur mengalami kerugian di dalam usahanya. Kreditur tetap akan menagih kredit yang telah diberikan beserta bunganya

3.   Penanaman Modal berdasarkan Negara asal penanam modal
Ada 2 macam bentuk penanaman modal yaitu :
a.          Foreign Investment/penanaman modal asing
Kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara RI yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.
b.     Domestic Investment/penanaman modal dalam negeri
Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara RI yang dilakukan oleh Penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

2.1.3    Asas dan Tujuan Penanaman Modal
Pasal 3 UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa asas-asas penanaman modal dimaksud mencakup hal-hal sebagai berikut :
a.       Kepastian hukum
Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.
b.      Keterbukaan
Asas keterbukaan adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. 
c.       Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d.      Perlakuan yang sama dan tidak membedakan  asal negara
Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri  dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya.
e.       Kebersamaan
Asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 
f.       Efisiensi berkeadilan
Asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
g.      Berkelanjutan
Asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
h.      Berwawasan lingkungan
Asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
i.        Kemandirian
Asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi nasional.
j.        Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.

            Hal yang mengemuka dan menjadi kekhawatiran masyarakat dengan diundangkannya UU No.25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal tersebut adalah bahwa asas perlakuan yang sama/non diskriminasi akan membuka kesempatan berusaha yang seluas-luasnya bagi penanaman modal asing di Indonesia. Pemberian kesempatan yang sedemikian luas kepada pemilik modal asing dapat memperlemah daya tahan pemodal nasional yang belum sepenuhnya pulih pasca krisis moneter pada tahun 1998/1999 yang lalu. Golongan yang tidak setuju dengan pencantuman asas perlakuan yang sama/non diskriminasi tersebut diatas berpendapat bahwa meskipun penanaman modal asing sangat bermanfaat bagi berlangsungnya pembangunan ekonomi, namun dalam beberapa hal dalam pemberian kesempatan dimaksud masih menimbulkan dampak negative bagi Negara penerima modal khususnya bagi Negara-negara berkembang. Dengan demikian, pemberlakuan asas non diskriminasi dimaksud perlu disertai dengan batasan-batasan sebagaimana yang disebutkan oleh Sunaryati Hartono :
“… bahwa penanaman modal asing itu hanya boleh diperkenankan apabila ia dapat mendorong dan membantu rakyat Indonesia untuk secara ekonomis dapat berdiri sendiri atas kekuatannya sendiri, dan/atau penanaman modal asing itu tidak merugikan rakyat khususnya pengusaha nasional, dalam arti menyaingi secara tidak sehat usaha-usaha pengusaha nasional kita sendiri sehingga usaha yang ada terpaksa gulung tikar, atau usaha-usaha yang baru tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.”
            Pada UU No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dikenal adanya asas perlakuan yang sama (non diskriminatif). Asas ini baru dikenal pada UU No.25 Tahun 2007, dimana situasi perdagangan dunia pada waktu penerbitan UU No.25 Tahun 2007 telah berubah mengikuti arus globalisasi dan kecenderungan keinginan dunia usaha yang menghendaki perlakuan yang sama bagi semua peserta dalam perdagangan bebas. Pemerintah Indonesia sendiri telah menandatangani konvensi MIGA yang salah satu klausula didalamnya adalah bahwa Negara-negara penandatanganan konvensi tidak boleh menciptakan diskriminasi bagi penanam modal dalam negeri terhadap penanam modal asing. Di dalam kesepakatan GATT-WTO khususnya yang berkaitan dengan perdagangan dan investasi yang disebut dengan Trade Related Investment Measures (TRIMs) ditentukan juga bahwa setiap Negara penandatanganan persetujuan TRIMs tidak boleh membeda-bedakan antara penanaman modal dalam negeri dengan penanaman modal asing. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan Negara-negara peserta GATT-WTO tidak boleh lagi membedakan adanya modal asing dan modal dalam negeri.
            Berkenaan dengan asas-asas penanaman modal sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, dapat dilihat keterkaitannya pada tataran perundang-undangan khususnya peraturan perundang-undangan yang hierarkinya lebih tinggi. Sejalan dengan pemikiran Mariam Darus tentang asas-asas hukum, maka asas-asas suatu penanaman modal haruslah bersumber pada Pancasila sebagai asas idiil (filosofis), UUD 1945 sebagai asas konstitusional (struktural), Ketetapan MPR sebagai asas konsepsional (politis) dan undang-undang sebagai asas operasional (teknis). Pancasila sebagai jiwa, pandangan hidup dan dasar Negara Republik Indonesia merupakan dasar yang lebih bersifat abstrak, yang kemudian dijabarkan secara lebih konkret ke dalam batang tubuh UUD 1945.
            Peraturan perundang-undangan yang merupakan penjabaran dari UUD 1945 tersebut merupakan konkretisasi dari Pancasila ke dalam aturan-aturan hukum positif, sehingga dengan demikian Pancasila akan menyentuh kehidupan nyata masyarakat Indonesia. Dengan demikian, di dalam UUD 1945 akan ditemukan didalamnya asas-asas hukum yang relevan baik terhadap hukum perdata maupun dengan hukum bisnis dan hukum penanaman modal, yakni :
1.      Asas kesatuan dan persatuan
2.      Asas negara hukum
3.      Asas persamaan
4.      Asas keadilan
5.      Asas kerakyatan
6.      Asas kemanusiaan
7.      Asas kekeluargaan
8.      Asas keseimbangan
9.      Asas kebebasan yang bertanggung jawab
10.  Asas demokrasi ekonomi
11.  Asas bhinneka tunggal ika
12.  Asas kepentingan nasional
13.  Asas kepastian hukum
Dengan membandingkan antara asas-asas penanaman modal yang tercantum pada UU No.25 tahun 2007 dengan asas-asas yang terkandung dalam UUD 1945, maka akan jelas kelihatan bahwa asas-asas dalam penanaman modal tersebut adalah sejalan dan tidak bertentangan dengan asas-asas yang tercantum pada UUD 1945 dan Pancasila. Sepanjang penanaman modal di Indonesia tidak meliputi bidang-bidang usaha tertentu yang dinyatakan tidak terbuka untuk semua penanaman modal karena hanya diperuntukkan  khusus bagi pengusaha Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi ( UMKMK) , sehingga asas perlakuan yang sama kelihatannya tidak diterapkan secara utuh. Selain itu asas perlakuan yang sama untuk penanaman modal hanyalah sebatas pada hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan perizinan penanaman modal dan belum mencakup perlakuan yang sama terhadap bidang-bidang usaha yang dapat dimasuki untuk kegiatan penanaman modal.
Tujuan Penyelenggaraan Penanaman Modal
Sebagaimana yang tercantum dalam UU No.25 tahun 2007 menyebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan penanaman modal antara lain untuk :
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
b. menciptakan lapangan kerja
c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional
e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional
f.   mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan
h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
            Berkenaan dengan itu pemerintah telah menetapkan kebijakan dasar tentang penanaman modal di Indonesia dengan maksud untuk lebih mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal, sekaligus juga untuk penguatan daya saing perekonomian nasional yang akhir-akhir ini dirasakan mengalami banyak kemunduran. Dengan adanya berbagai langkah terencana yang ditempuh oleh pemerintah, diharapkan akan tercapai percepatan dan peningkatan dalam penanaman modal di Indonesia. Untuk itu pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal yang bersifat menyeluruh, yang mencakup :
a.       Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
b.      Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan  keamanan berusaha bagi penanam modal.
c.       Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK)

2.2       Penanaman Modal Dalam Negeri
2.2.1    Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri
Ketentuan yang tercantum pada UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menggantikan UU No.1 tahun 1967 dan UU No.6 tahun 1968, memberi rumusan penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Pengertian penanaman modal dalam negeri menurut UU No.25 tahun 2007 adalah kegiatan penanaman modal untuk melakukan usaha di wilayah negara RI oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.
Sejalan dengan pengertian penanaman modal dalam negeri di atas, pengertian penanam modal dalam negeri menurut pasal 1 ayat (5) UU No.25 tahun 2007 adalah penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.
Jika dilihat dari pengertian diatas maka terdapat dua unsur utama penanaman modal dalam negeri yaitu :
1.      Penanam modal harus berasal dari dalam negeri (domestic investor)
2.      Sumber modal (source of funds) tersebut harus berasal dari dalam negeri pula (domestic fund)
Penetapan kedua unsur tersebut erat kaitannya dengan upaya untuk mendapatkan kepastian bahwa penanaman modal yang dalam catatan administrasi tergolong sebagai penanaman modal dalam negeri memang benar-benar murni sebagai penanaman modal dalam negeri, dan tidak berasal dari sumber-sumber lain.

2.2.2        Fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri
Perbedaan mendasar pada perusahaan PMDN dan PT biasa yaitu PMDN mendapatkan fasilitas dari pemerintah Indonesia dalam menjalankan usahanya dimana fasilitas tersebut tidak didapatkan oleh PT biasa. Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) UUPM dijelaskan bahwa fasilitas penanaman modal tersebut dapat diberikan kepada penanaman modal yang:
  1. melakukan perluasan usaha; atau
  2. melakukan penanaman modal baru.
Dalam rangka merangsang penanaman modal di Indonesia, pemerintah memberikan berbagai kemudahan dan fasilitas kepada para penanaman modal, baik bagi penanaman modal baru maupun bagi penanaman modal yang akan melakukan perluasan usaha. Pemerintah menetapkan bahwa badan usaha dalam negeri yang akan melakukan penanaman modal dapat berbentuk badan hukum ataupun bukan badan hukum, sedang untuk penanaman modal asing wajib diwujudkan dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia, dan berkedudukan di dalam wilayah Negara RI.
Bagi penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing yang akan melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dapat mewujudkan rencana tersebut dengan cara mengambil bagian saham pada saat perseroan terbatas tersebut didirikan, membeli saham dari perseroan yang sedang berjalan, maupun dengan melakukan cara-cara lainnya yang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang.
Serangkaian aturan telah ditetapkan untuk dipenuhi oleh para penanam modal baru yang ingin mendapatkan kemudahan-kemudahan. Penanam modal baru tersebut setidak-tidaknya harus memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1.    menyerap banyak tenaga kerja
2.    termasuk skala  prioritas tinggi
3.    termasuk pembangunan infrastruktur
4.    melakukan alih teknologi
5.    melakukan industri pionir
6.    berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu
7.    menjaga kelestarian lingkungan hidup
8.    melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi
9.    bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi atau 
10.  industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri
Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal dapat berupa :
1.    Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu.
2.    Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri.
3.    Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku dan bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu.
4.    Pembebesan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu.
5.    Penyusutan yang dipercepat
6.    Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu

2.2.3        Bidang Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri
UU No.25 tahun 2007 menetapkan bahwa setiap penanam modal berhak mendapatkan kepastian hak, perlindungan hukum, informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang akan/telah dijalankannya, hak pelayanan serta berbagai bentuk fasilitas kemudahan lainnya. Untuk penanaman modal dalam negeri, pemerintah juga telah menetapkan bahwa semua bidang/jenis usaha dinyatakan terbuka, kecuali bidang/jenis usaha yang dinyatakan tertutup. Penetapan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal dalam negeri maupun bagi penanaman modal asing dilakukan berdasarkan kriteria tertentu seperti kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional. Sedang penetapan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu dilakukan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, peningkatan kapasitas teknologi, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk oleh pemerintah.

2.2.4        Pengesahan, Perizinan dan Tata Cara PMDN
Berdasarkan Pasal 25 ayat (4) UUPM, perusahaan penanam modal, termasuk PMDN, yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan. Izin sebagaimana disebutkan sebelumnya diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu. Pelayananan terpadu satu pintu ini bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing.
Tata Cara Penanaman Modal Dalam Negeri
Tata cara Penanaman Modal Dalam Negeri yaitu : 
Keppres No. 29/2004 tentang penyelenggaraan penanam modal dalam rangka PMA dan PMDN melalui sistem pelayanan satu atap :
1.      Meningkatkan efektivitas dalam menarik investor, maka perlu menyederhanakan sistem pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode pelayanan satu atap. 
2.      Diundangkan peraturan perundang-undnagan yang berkaitan dengan otonomi daerah, maka perlu ada kejelasan prosedur pelayanan PMA dan PMDN. 
3.      BKPM. Instansi pemerintah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN. 
4.      Pelayanan persetujuan, perizinan, fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN dilaksanakan oleh BKPM berdasarkan pelimpahan kewenangan dari Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Dept yang membina bidang-bidang usaha investasi yang bersangkutan melalui pelayanan satu atap. 
5.      Gubernur/bupati/walikota sesuai kewenangannya dapat melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal kepada BKPM melalui sistem pelayanan satu atap. 
6.      Kepala BKPM dalam melaksanakan sistem pelayanan satu atap berkoordinasi dengan instansi yang membina bidang usaha penanaman modal. 
7.      Segala penerimaan yang timbul dari pemberian pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal oleh BKPM diserahkan kepada instansi yang membidangi usaha penanaman modal.

2.3              Penanaman Modal Asing
2.3.1    Pengertian Penanaman Modal Asing
            UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang telah mencabut ketentuan UU No.1 tahun 1967, memberikan pengertian penanaman modal asing sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
 Menurut Hukum Indonesia, badan hukum di bidang usaha ada 2 macam yaitu :
  1. PT (perseroan terbatas)
  2. Koperasi
Sedangkan dalam prakteknya perusahaan Penanaman Modal Asing selalu berbentuk PT. Menurut Pasal 5 ayat (2) UU No 25 Tahun 2007 tentang PMA :
“Penanaman modal Asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Indonesia”.
Menurut Pasal 5 ayat (3) PMA dalam bentuk PT itu dilakukan dengan 3 cara,yaitu  :
  1. Mengambil bagian saham pada saat pendirian PT.
  2. Membeli saham
  3. Melakukan cara lain sesuai dengan peraturan per-UU-an

2.3.2        Fasilitas Penanaman Modal Asing
Secara rinci fasilitas yang dapat diberikan kepada penanaman modal asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia dapat diberikan dalam bentuk :
1.      pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun
2.      pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut
3.      pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan
4.      pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan dan
5.      pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan.
Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana dimaksud diatas akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.

2.3.3.   Bidang Usaha Penanaman Modal Asing
Mengenai bidang usaha dari perusahaan penanaman modal asing diatur dalam Bab VII UU No.25 tahun 2007. Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.
Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:
  • produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
  • bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
Berdasarkan pengaturan pengaturan bidang usaha baik oleh UUPM yang lama maupun UUPM yang baru kita dapat menyimpulkan adanya 4 kategori bidang usaha PM yaitu  :
  1. Bidang usaha terbuka bagi seluruh Penanam Modal baik PMA maupun PMDN non PMA dan non PMDN termasuk usaha mikro, kecil dan menengah
  2. Bidang usaha yang tertutup bagi PMA tapi terbuka untuk PMDN non PMDA dan PMA termasuk pengusaha mikro kecil dan menengah.
  3. Bidang Usaha yang tertutup bagi PMA, PMDN tapi hanya terbuka untuk perusahaan non PMA dan PMDN (Koperasi, pengusaha mikro dan menengah)
  4. Bidang usaha yang tertutup sama sekali bagi penanaman modal yaitu bidang usaha yang berhubungan dengan bidang pertahanan negara.
Bentuk –bentuk Kerja Sama Usaha
            Ada beberapa bentuk kerjasama yang dapat dilakukan dalam rangka kegiatan penanaman modal asing di Indonesia, yaitu :
  1. Joint venture
Kerja sama yang dilakukan penanam modal asing dengan pengusaha nasional yang semata-mata berdasarkan perjanjian/kontrak saja (contractual) tanpa membentuk suatu badan hukum baru.
2.      Joint enterprise
Kerja sama antara penanam modal nasional dan penanaman modal asing dengan membentuk perusahaan atau badan hukum baru sesuai dengan hukum Indonesia.
3.      Kontrak karya
Kerja sama antara penanam modal asing dengan penanam modal nasional dengan membentuk badan hukum Indonesia, dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerja sama dengan badan hukum lain yang menggunakan modal nasional.
4.      Production sharing
Bentuk kerjasama dimana pihak investor asing memberikan kredit kepada pihak nasional, dan pokok pinjaman dan bunganya dikembalikan dalam bentuk hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan dan mewajibkan perusahaan nasional tersebut untuk mengekspor hasilnya ke negara pemberi kredit.
5.      Penanaman Modal dengan DISC-RUPIAH (DISC: Debt Investment Convertion Scheme)
Bentuk kerja sama campuran antara kredit dengan penanaman modal. Pengembalian kredit dikonversi/diubah menjadi penanaman modal asing. Pelunasan utang yang semula diperhitungkan berdasarkan valuta asing , tetapi dibayar dengan rupiah. Biasanya dilakukan untuk tagihan-tagihan kreditor asing yang tidak dijamin oleh pemerintah.
6.      Penanaman modal dengan kredit investasi
Dalam praktik penanaman modal ini banyak dilakukan oleh para investor nasional untuk membiayai proyeknya yang ada di Indonesia. Awalnya berupa kredit investasi dari dana-dana luar negeri, menjadi model nasional melalui joint-venture.
7.      Portofolio investment
Investasi yang dilakukan melalui pembelian saham baik melalui pasar modal maupun melalui penempatan modal pihak ketiga dalam perusahaan.

2.3.4    Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Asing
Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum dan badan usaha yang tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan.
Pelayanan permohonan perizinan penanaman modal di Indonesia dilakukan oleh Pelayanan Tepadu Satu Pintu ( PTSP) . Kewenangan pelayanan di tingkat pusat dimiliki oleh PTSP Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM) .
PTSP BKPM melayani penyelenggaraan:
1.      penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi;
2.      kepentingan nasional pemerintahan di bidang penanaman modal
3.      penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing.
Penyelenggaraan PTSP di tingkat provinsi dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal ( PDPPM) . Sementara itu, penyelenggaraan PTSP di tingkat kabupaten/ kota dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Kabupaten/ Kota bidang Penanaman Modal ( PDKPM). Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Penanam modal asing wajib melakukan Pendaftaran untuk melakukan penanaman modal sementara penanam modal dalam negeri tidak diwajibkan melakukan Pendaftaran kecuali memang diperlukan.
2. Penanam modal yang akan melakukan penanaman modal dapat langsung mengajukan permohonan Pendaftaran ke PTSP untuk mendapatkan izin pendaftaran sebelum berstatus badan hukum perseroan terbatas dan wajib ditindaklanjuti dengan pembuatan akta pendirian perseroan terbatas.
3. Penanam modal yang akan melakukan penanaman modal dapat mengajukan permohonan Pendaftaran ke PTSP untuk mendapatkan izin pendaftaran sebelum berstatus badan hukum perseroan terbatas apabila memiliki akta pendirian perusahaan dari notaris.
4. Penanam modal yang telah disahkan sebagai badan hukum perseroan terbatas oleh Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia yang akan melakukan penanaman modal dapat mengajukan permohonan Pendaftaran ke PTSP untuk mendapatkan izin pendaftaran.
5. Penanam modal yang sudah mendapatkan izin pendaftaran dapat mengajukan Izin Pelaksanaan konstruksi perusahaan sebelum melakukan kegiatan produksi atau komersialisasi.
6. Penanam modal yang sudah mendapatkan izin pendaftaran dapat menerima fasilitas non fiskal seperti :
ü  Angka Pengenal Importir Produsen ( API-P)
ü  Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing ( RPTKA)
ü  Rekomendasi Visa Untuk Bekerja
ü  Izin Mempekerjakan Tenaga kerja Asing ( IMTA)
7. Perusahaan penanaman modal asing yang telah berstatus badan hukum perseroan terbatas yang bidang usahanya dapat memperoleh fasilitas dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya membutuhkan fasilitas fiskal, wajib mengajukan permohonan kepemilikan Izin Prinsip Penanaman Modal. Perusahaan penanaman modal asing yang belum melakukan Pendaftaran, dapat langsung mengajukan permohonan Izin Prinsip.
8. Perusahaan penanaman modal yang dalam pelaksanaan penanaman modalnya telah siap melakukan kegiatan/ berproduksi komersial, wajib mengajukan permohonan Izin Usaha Tertap (IUT) ke PTSP.

2.4              Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal 
Apabila sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak Pemerintah  Indonesia  dan  masyarakat  sekitarnya,  hukum  yang  digunakan  adalah hukum Indonesia. Dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu, ditentukan empat cara dalam penyelesaian sengketa dalam penanaman modal. Keempat cara itu, antara lain:
1)  Musyawarah dan mufakat;
2)  Arbitrase;
3)  Alternatif penyelesaian sengketa; dan
4)  Pengadilan.
Penyelesaian dengan musyawarah dan mufakat merupakan cara untuk mengakhiri  sengketa  yang  timbul  antara  pemerintah  dengan  investor  domestik, dimana di dalam penyelesaian itu dilakukan pembahasan bersama dengan maksud untuk  mencapai  keputusan  dan  kesepakatan  atas  penyelesaian  sengketa  secara bersama-sama.
Penyelesaian  sengketa  melalui  lembaga  arbitrase  merupakan  cara  untuk mengakhiri sengketa dalam penanaman modal antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana dalam penyelesaian sengketa itu menggunakan jasa arbiter atau majelis arbiter. Arbiter atau majelis arbiterlah yang menyelesaikan sengketa penanaman modal tersebut.
Penyelesaian Sengketa Penanam Modal yang Timbul Antara Pemerintah dengan Investor Asing dalam  Pasal  32  ayat  (4)  Undang-Undang  Nomor  25  Tahun  2007  tentang Penanaman Modal dikatakan bahwa:
“Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.” 
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara Pemerintah Indonesia dengan investor asing, dimana kedua belah pihak sepakat menggunakan lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia. Dalam rangka penyelesaian sengketa oleh arbitrase telah ditetapkan bahwa hukum yang berlaku dan yang menjadi dasar pemakaian oleh dewan wasit dalam menyelesaikan sengketa  tersebut adalah hukum yang dipilih oleh para pihak.
Republik  Indonesia  meratifikasi  Konvensi  ICSID  dengan  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 (Lembaran Negara No. 32 Tahun 1968) yakni undang-undang persetujuan atas konvensi tentang penyelesaian perselisihan antara  negara dan warga negara asing mengenai penanaman modal. Dengan  telah  diratifikasinya  konvensi  tersebut,  secara  yuridis  Indonesia terikat dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut, sehingga setiap penyelesaian perselisihan atau penyelesaian sengketa penanaman modal  asing akan  dilakukan  menurut tata  cara  dan  prosedur  yang  diatur  dalam  International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID).





KESIMPULAN

Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) dalam ketentuan umum Bab I Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan Penanaman Modal sebagai segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Penanam modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan WNI, badan usaha Negeri, dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya jangka panjang, banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja.   
Apabila terjadi sengketa antara investor domestik dengan pihak Pemerintah  Indonesia  dan  masyarakat  sekitarnya,  hukum  yang  digunakan  adalah hukum Indonesia melalui musyawarah dan mufakat, arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa; dan pengadilan. Sedangkan dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.






DAFTAR PUSTAKA

Sihombing Jonker, 2009, Hukum penanaman Modal di Indonesia, Bandung : P.T Alumni
Amrizal, 1999, Hukum Bisnis, Risalah dan Praktek, Jakarta : Djambatan
Panjaitan Human, 2002, Hukum Penanaman Modal Asing, Jakarta :Medio
www.google.com