BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN)
merupakan organisasi antar pemerintah yang beranggotakan sepuluh negara
di kawasan Asia Tenggara yang dibentuk pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand
dengan Deklarasi ASEAN. ASEAN merupkan suatu organisasi regional yang orisinil
dan murni yang dibentuk leh lma negara anggota, yaitu Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura Dan Thailand.
Deklarasi
tersebut merupakan dokumen yang pendek yang hanya mengandung lima pasal.
Dokumen tersebut mendeklarasikan terbentuknya asosiasi kerjasama regional di
antara negara-negara Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN)
Pada
tahun 2007 ASEAN Charter terbentuk, Charter ini berlaku sebagai dasar
(konstitusi) dari ASEAN. Hal ini terlihat dari ketentuan-ketentuan yang
terdapat di dalamnya, yang sebagian besar mengatur mengenaistruktur dari ASEAN,
hak dan kewajiban Anggotanya, cara penyelesaian sengketa, tujuan dari ASEAN,
dan lain-lain. Dengan demikian, instrumen hukum yang mengatur kegiatan
organisasi ini secara internal adalah ASEAN Charter.[1]
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:
1.
Bagaimana Personalitas Hukum Asean
Sebagai Organisasi Internasional ?
2.
Apa-apa saja Kriteria untuk menjadi
anggota Organisasi ASEAN ?
3.
Bagaimana tanggung jawab Organisasi
ASEAN ?
4.
Bagaimana Pengambilan Keputusan dan
Penyelesaian Sengketa dalam ASEAN?
5.
Bagaimana Ketentuan Pengunduran Diri
Dari Keanggotaan ASEAN
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Personalitas
Hukum Asean Sebagai Organisasi Internasional
Untuk mengetahui apakah ASEAN memiliki personalitas
hukum dalam hukum internasional, salah satu kajian yang dapat dilakukan adalah
berdasarkan will theory. Will theory
mendasarkan ada tidaknya personalitas hukum suatu organisasi internasional pada
kehendak para pendirinya. Dasar teori ini tak lain adalah bahwa hukum internasional didasarkan pada
konsensus bebabas negara-negara yag dinyatakan secara tegas.
Simon Chesterman berpendapat bahwa ASEAN merupakan
salah satu organisasi internasional yang memperoleh personalitas hukum
berdasarkan will theory. Hal tersebut
dapat dikaitkan dengan pasal 3 piagam asean yang berbunyi “ASEAN, as an inter-governmental organisation, is hereby conferred legal
personality”. Bedasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat diketahui dua hal:
1)
ASEAN meruakan organisasi
antarpemerintah, dan
2)
Para anggota ASEAN (pendiri ASEAN)
berkehendak untuk memberikan personalitas hukum terhadap ASEAN[2]
B.
Kriteria
Keanggotaan Organisasi ASEAN
Prosedur pengajuan dan penerimaan keanggotaan ASEAN
diatur dalam Pasal 6 Piagam Asean, yaitu wajib diatur oleh Dewan Koordinasi
ASEAN, dengan kriteria:
a)
letaknya secara geografis diakui berada
di kawasan Asia Tenggara;
b)
pengakuan oleh seluruh Negara Anggota
ASEAN;
c)
kesepakatan untuk terikat dan tunduk
pada Piagam; dan
d)
kesanggupan dan keinginan untuk
melaksanakan kewajiban
Disamping
itu, penerimaan anggota baru wajib diputuskan secara konsensus oleh Konferensi
Tingkat Tinggi ASEAN berdasarkan rekomendasi Dewan Koordisasi ASEAN. Negara
pemohon wajib diterima ASEAN pada saat penandatanganan aksesi Piagam ASEAN.
Hingga
saat ini keanggotaan ASEAN terdiri atas sepuluh negara, yaitu Brunei
Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura,
Thailand dan Vietnam. Dalam perkembangannya, terdapat keinginan dari beberapa
untuk menjadi anggota ASEAN, antara lain, Timor Leste dan Papua Nugini[3]
C.
Tanggung
Jawab Organisasi Asean
1.
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT) sebagai
pengambil keputusan utama, yang melakukan pertemuan 2 kali setahun termasuk
pertemuan KTT ASEAN dan KTT ASEAN terkait lainnya
2.
Dewan Koordinasi ASEAN ( ASEAN Coordinating Council) yang atas
para Menteri Luar Negeri ASEAN dengan tugas menyiapkan pertemuan-pertemuan
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, mengoordinasikan pelaksanaan
perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN,
Mengkoordinasi dengan Dewan Komunitas ASEAN. ( ASEAN Comminity Councils)
3.
Dewan Komunitas ASEAN ( ASEAN Comminity Councils) dengan ketiga
pilar komunitas ASEAN, yakni Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community Council),
Dewan Komunitas Ekonomi Asean (Asean
Economic Community Council), dan Dewan Komunitas Sosial-Budaya. (ASEAN Socio-Cultural Community Council),
dengan tugas menjamin pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi
ASEAN yang relevan, mengoordinasikan kerja dari berbagai sektor yang berada di
lingkupnya, dan isu-isu lintas Dewan Komunitas lainnya; dan menyerahkan
laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada Konferensi Tingkat Tinggi
ASEAN mengenai hal-hal yang berada di lingkupnya
4.
Badan-Badan Sektoral tingkat Menteri (ASEAN Sectoral Ministerial Bodis),
berfungsi sesuai dengan mandat masing-masing yang telah ditetapkan;,
melaksanakan perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat
Tinggi ASEAN yang berada di lingkupnya; memperkuat kerja sama di bidang
masing-masing untuk mendukung integrasi dan pembangunan komunitas ASEAN; dan
menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada Dewan Komunitas
masing-masing.
5.
Komite Wakil Tetap untuk ASEAN yang
terdiri dari Wakil Tetap negara ASEAN, pada tingkat Duta Besar dan Berkedudukan
di Jakarta, berkewajiban mendukung kerja Dewan-Dewan Komunitas ASEAN dan
Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN; berkoordinasi dengan
Sekretariat-Sekretariat Nasional ASEAN dan Badan-Badan Kementerian Sektoral
ASEAN lain; menjadi penghubung ke Sekretaris Jenderal ASEAN dan Sekretariat
ASEAN dalam semua bidang yang relevan dengan kerjanya; memfasilitasi kerja sama ASEAN dengan
mitra-mitra eksternal; dan menjalankan fungsi-fungsi lainnya yang akan
ditentukan oleh Dewan Koordinasi ASEAN.
6.
Sekretaris Jenderal ASEAN yang dibantu
oleh 4 (empat) orang Wakil Sekretaris Jenderal dan Sekretariat ASEAN.
menjalankan tugas dan tanggung jawab jabatan tinggi ini sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Piagam ini dan instrumen-instrumen ASEAN yang relevan,
protokol-protokol, dan praktik-praktik yang berlaku; memfasilitasi dan
memonitor perkembangan dalam pelaksanaan perjanjian-perjanjian dan
keputusan-keputusan ASEAN, dan menyampaikan laporan tahunan mengenai hasil
kerja ASEAN kepada KTT ASEAN; berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Dewan-Dewan Komunitas ASEAN, Dewan Koordinasi
ASEAN, dan Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN serta pertemuan-pertemuan
ASEAN lain yang relevan; menyampaikan pandangan-pandangan ASEAN dan
berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan dengan pihak-pihak eksternal yang
sesuai dengan pedoman kebijakan yang telah disetujui dan mandat yang diberikan
kepada Sekretaris Jenderal; dan merekomendasikan pengangkatan dan pengakhiran
para Deputi Sekretaris Jenderal kepada Dewan Koordinasi ASEAN untuk mendapat
persetujuan.
7.
Sekretariat Nasional ASEAN yang dipimpin
oleh pejabat senior untuk melakukan koordinasi internal di masing-masing negara
ASEAN
8.
Badan HAM ASEAN (ASEAN Human Rights
Body) yang akan mendorong perlindungan dan promosi HAM di ASEAN
9.
Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation) yang
akan membantu Sekjen ASEAN dalam meningkatka pemahaman mengenai ASEAN, termasuk
pembentukan identitas ASEAN, Yayasan
ASEAN bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal ASEAN, yang akan
menyampaikan laporannya kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN melalui Dewan
Koordinasi ASEAN.
10.
Entitas yang berhubungan dengan ASEAN
(Entities associated with ASEAN)[4]
D.
Pengambilan
Keputusan dan Penyelesaian Sengketa dalam ASEAN
1. Pengambilan
Keputusan dalam ASEAN
Proses
pengambilan keputusan suatu organisasi internasional merupakan masalah penting
bagi suatu organisasi internasioanal. Dengan mengetahui proses pengambilan
keputusan dari suatu organisasi internasional maka kita akan mengetahui apa
yang dikehendaki oleh negara anggota organisasi internasional tersebut
Perkataan
keputusan (decision) dipakai dalam
arti umum dari keputusan yang diformulasikan dalam pengertian hukum sebagai
kesimpulan dari suatu diskusi/debat. Keweangan untuk mengambil keputusan dari
suatu organisasi internasional ditentukan dalam anggaran dasar organisasi
internasional tersebut.[5]
Proses
pengambilan keputusan ASEAN secara umum dilakukan diatur dalam Pasal 20 Piagam
ASEAN yaitu, berdasarkan musyawarah dan mufakat, terutama untuk
keputusan-keputusan yang menyangkut persoalan sensitif, seperti masalah
keamanan dan politik luar negeri.
Pengambilan
keputusan yang penting dalam ASEAN (Sensitive
Agreements) ditandatangani oleh perwakilan negara-negara anggota. Sedangkan
untuk permasalahan-permasalahan yang tidak sensitif dan tidak mengikat, dapat
ditadatangani oleh Sekretaris Jenderal ASEAN. Dalam kasus ASEAN, pengambilan
keputusan oleh perwakilan negara-negara dilakukan berdasarkan musyawarah dan
mufakat. Dengan metode pengambilan keputusan ini, negara-negara anggota tidak
dapat terikat secara hukum tanpa persetujuan mereka dalam persoalan-persoalan
penting. Apabila musyawarah dan mufakat tidak memuaskan hasil, Konferensi
Tingkat Tinggi ASEAN dapat memutuskan bagaimana suatu keputusan tertentu dapat
diambil. Badan pengambilan kebijakan tertinggi dalam ASEAN adalah Konferensi
Tingkat Tinggi Asean (ASEAN Summit) yang terdiri atas Kepala Negara atau
Pemerintahan dari negara-negara anggota.[6]
2. Penyelesaian
Sengketa di ASEAN
Penyelesaian sengketa di antara negara
ASEAN ditentukan dalam BAB VIII Piagam ASEAN tentang penyelesaian sengketa
yaitu. Negara-Negara Anggota wajib berupaya menyelesaikan secara damai semua
sengketa dengan cara yang tepat waktu melalui dialog, konsultasi, dan
negosiasi.
1)
Penghindaran Timbulnya Sengketa Dan
Penyelesaian Melalui Negosiasi Langsung
Pasal 22 Piagam ASEAN mengemukakan bahwa
Negara-Negara Anggota wajib berupaya menyelesaikan secara damai semua sengketa
dengan cara yang tepat waktu melalui dialog, konsultasi, dan negosiasi. Dan
ASEAN wajib memelihara dan membentuk mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa
dalam segala bidang kerja sama ASEAN
Penyelesaian tesebut juga tercantum
dalam Pasal 13 Treaty of Amity and
Cooperation in South East Asean Nations (TAC), mensyaratkan negara- negara
anggota untuk sebisa mungkin dengan itikad baik mencegah timbulnya sengketa
diantara mereka. Namun apabila sengketa tetap lahir dan tidak mungkin dicegah
maka para pihak wajib menahan diri untuk tidak menggunakan (ancaman kekerasan.
Pasal ini selanjutnya mewajibkan para pihak untuk menyelesaikannya melalui
negosiasi secara baik-baik (friendly
negotiations) dan langsung diantara mereka.. Pasal 13 TAC berbunyi:
The High Contracting Parties shall
have determination and good faith to prevent disputes from arising. In case
disputes on matters directly affecting them should arise, especially disputes
likely to disturb regional peace and harmony, they shall refrain from the
threat or use of force and shall at all times settle such disputes among them
selves through friendly negotiations[7]
Menerut ketentuan tersebut maka anggota
ASEAN dalam hal terjadi sengketa; Pertama,
akan menghindari penggunaan kekerasan. Kedua,
akan menyelesaikan sengketa antara mereka dengan perundingan.[8]
2)
Penyelesaian Sengketa Melalui the High
Council.
Pasal
23 Piagam ASEAN mengemukakan Negara-Negara Anggota yang merupakan para pihak
dalam suatu sengketa dapat sewaktu-waktu sepakat untuk menggunakan jasa baik,
konsiliasi, atau mediasi dalam rangka menyelesaikan sengketa dengan batas waktu
yang disepakati.dan Para pihak dalam sengketa dapat meminta Ketua ASEAN atau
Sekretaris Jenderal ASEAN, bertindak dalam kapasitas ex-officio,
menyediakan jasa-jasa baik, konsiliasi, atau mediasi[9]
Penyelesaian
tesebut juga tercantum dalam Pasal 14 Treaty
of Amity and Cooperation in South East Asean Nations (TAC), yang berbunyi:
To
settle disputes through regional processes, the high Contracting Parties shall
constitute. as continuing body, a High Council comprising a Representative at
ministerial level from each of the high contracting parties to take cognizance
of the existence of disputes of situation likely to disturb reg ional peace and
harmony
Menurut
Pasal ini maka ditentukan akan dibentuk High Council yang terdiri dari wakil
negara anggota seringkat Menteri.
Dalam
hal para pihak tidak dapat menyelesaikan sengketa secara langsung dengan
perundingan akan menyarankan pada para pihak penyeleseaian sengketa seperti
jasa-jasa baik (good offices),
mediasi (mediator), i=dan konsiliasi (concilliation).
High Concil dapat menawarkan
jasa-jasa baiknya, atau atas persetujuan para pihak dapat membentuk Komite
Mediator, Komite Inquiry dan Komite Konsiliasi. Ketentuan ini hanya akan
diterapkan bila para pihak yang bersengketa menyetujui penyelesaian sengketa
berdasarkan ini.[10]
3)
Cara-cara Penyelesaian sengketa
berdasarkan Pasal 33 Ayat (1) Piagam PBB.
Dalam Pasal 28 Piagam Asean diatur
yaitu: Kecuali diatur sebaliknya di dalam Piagam ini, Negara-Negara Anggota
berhak untuk beralih ke cara-cara penyelesaian sengketa secara damai seperti
tercantum dalam Pasal 33(1) dari Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa atau
instrumen hukum internasional yang lain yang di dalamnya Negara-Negara Anggota
yang bersengketa merupakan para pihak.[11]
Dalam praktik, para pihak yang
bersengketa lebih cenderung untuk menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi
langsung. Apabila cara negosiasi ini gagal maka para pihak cenderung untuk
menyelesaikannya secara hukum, seperti penyelesaian sengketa ke Mahkamah
Internasional (ICJ). Contoh langka seperti ini misalnya adalah sengketa
Indonesia-Malaysia mengenai status kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan, atau
antara Malaysia-Singapura mengenai status kepemilikan Pulau Batu Puteh.[12]
E.
Ketentuan
Pengunduran Diri Dari Keanggotaan ASEAN
Pengunduran
diri dari ASEAN tidak dapat dilakukan. Hal ini didasarkan atas beberapa alasan.
Pertama, di dalam VCLT secara jelas dinyatakan di dalam Pasal 54 bahwa
pengunduran diri dari suatu Perjanjian Internasional dapat dilakukan apabila
terdapat ketentuan mengenai hal itu di dalam perjajian Internasional yang
bersangkutan. ASEAN Charter tidak memberikan ketentuan mengenai hal tersebut,
maka hal ini memberikan alasan pertama mengapa pengunduran diri dari ASEAN
tidak dapat dilakukan.
Selain
itu, apabila melihat pada praktek-praktek yang terdapat didalam organisasi
internasonal lainnya, maka hal ini juga dapat membuktikan bahwa pengunduran
diri dari ASEAN tidak dapat dilakukan. Seperti PBB merupakan organisasi yang
tidak memiliki ketentuan mengenai pemunduran diri. Pada kasus pengunduran diri
indonesia dari PBB, pada akhirnya pengunduran diri tersebut tidak diakui oleh
PBB. Indonesia hanya dianggap sebagai anggota yang tidak aktif. Hal ini
dibuktikan dengan pembayaran konteribusi yang dilakukan Indonesia kepada PBB
untuk jangka waktu nonaktifnya, ketika indonesia kembali ke PBB.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa pengunduran diri dari ASEAN ridak dapat dilakukan. Namun, terhadap hal
ini timbul permasalahan mengenai bagaimana halnya apabila negara-negara
tersebut bersikeras untuk mengundurjan diri. Organisasi internasional memang
tidak dilengkapi dengan sanksi hukum yang imperatif sehingga tidak bisa
mencegah suatu negara untuk mengudurkan diri. Apabila suatu negara mengundurkan
diri dari ASEAN (atau organisasi internasional lain), maka dapat dikatakan
bahwa negara anggota yang bersangkutan terus menerus melanggar kewajibannya
sebagai anggota. Terhadao negara ini dapat diambil langkah sebagai pelanggaran
kewajiban. Pada ASEAN maka permasalahan ini diserahkan kepada ASEAN summit sebagai institusi pengambilan
kebijakan berdasarkan pada Pasal 20 ayat (4), yaitu Dalam hal suatu pelanggaran
serius terhadap Piagam atau ketidakpatuhan, hal dimaksud wajib dirujuk ke
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN untuk diputuskan.[13]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Association
of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan organisasi antar pemerintah yang
beranggotakan sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara yang dibentuk pada 8
Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan Deklarasi ASEAN.
2.
Simon Chesterman berpendapat bahwa ASEAN
merupakan salah satu organisasi internasional yang memperoleh personalitas
hukum berdasarkan will theory. Hal
tersebut dapat dikaitkan dengan pasal 3 piagam asean yang berbunyi “ASEAN, as an inter-governmental
organisation, is hereby conferred legal personality”. Bedasarkan ketentuan
pasal tersebut, dapat diketahui dua hal:
a.
ASEAN meruakan organisasi antarpemerintah,
dan
b.
Para anggota ASEAN (pendiri ASEAN)
berkehendak untuk memberikan personalitas hukum terhadap ASEAN
3.
Penyelesaian sengketa dalam ASEAN
adalah: 1). Negosiasi langsung antar para pihak, 2). Melalui High Council yang dapat bertindak
sebagai pemberi jasa-jasa baik (good
offices), mediator atau membentuk Komite Inquiry atau Komite Konsiliasi
atau mengambil langkah yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa. 3). Menyelesaikan sengketa sesuai
dengan pasal 33 Piagam PBB
B. Saran
ASEAN memiliki The High Council untuk
menyelesaikan sengketa internasional antar anggotanya, namun belum pernah
sekalipun lembaga ini digunakan. Dalam menyelesaikan sengketa Sipadan dan
Ligitan misalnya, Indonesiadan Malaysia lebih memilih penyelesaian melalui Mahkamah
Internasional daripada The High Council. Masalah pelanggaran HAM di
Myanmar juga tidak pernah ditanggapi serius oleh ASEAN. Oleh karena itu ASEAN
harus lebih membenah diri lagi terhadap persengketaan di ASEAN itu sendiri
DAFTAR
PUSTAKA
Anggra Cininta P. 2012
, Personalitas Hukum AseanTerhadap
Kedudukan Asean dalam Perjanjian yang dibuat dengan Negara atau Organisasi
Internasional , Fakultas Hukum, Program Studi Ilmu Hukum kekhususan hukum
tentang hubungan transnasional, universitas indonesia.
ASEAN
Selayang Pandang Edisi Ke-19, Tahun 2010.
Huala Adolf, 2004 Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta.
Justisia Sabaroeddin, 2012, ketentuan hukum internasional mengenai
pengunduran diri dari keanggotaan organisasi internasionl; studi kasus
Association Of southeast asian nations, skripsi. Depok: fakultas hukum,
program studi ilmu hukum kekhususan hukum tentang hubungab transnasional,
universitas indonesia.
Sri Setia Ningsih, 2004, Pengantar Hukum Organisasi Internasional,
Ui-Press, Jakarta.
Sri Setia Ningsih, 2006, Penyelesaian Sengketa Internasional,
Ui-Press, Jakarta.
[1] . Justisia Sabaroeddin, ketentuan hukum internasional mengenai
pengunduran diri dari keanggotaan organisasi internasionl; studi kasus
Association Of southeast asian nations, skripsi. Depok: fakultas hukum,
program studi ilmu hukum kekhususan hukum tentang hubungab transnasional,
universitas indonesia, 2012, .hal.94
[2] Anggra Cininta P., Personalitas Hukum AseanTerhadap Kedudukan
Asean dalam Perjanjian yang dibuat dengan Negara atau Organisasi Internasional
, Fakultas Hukum, Program Studi Ilmu Hukum kekhususan hukum tentang hubungan
transnasional, universitas indonesia, 2012 hal. 81
[3]
ASEAN Selayang Pandang Edisi Ke-19, Tahun 2010, hal.13
[4]
Ibid., hal.14
[5] Sri Setia Ningsih, Pengantar Hukum Organisasi Internasional,
Ui-Press, Jakarta, 2004, hal.143
[6] Anggra Cininta P, Op. Cit., hal. 90
[7] Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, Hal.129
[8]
Sri Setia Ningsih, Penyelesaian
Sengketa Internasional, Ui-Press, Jakarta, 2006, hal. 229
[9]
Pasal 23 Asean Chapter
[10]
Sri Setia Ningsih, Penyelesaian
Sengketa….. Op, Cit., hal. 230
[11] . Pasal 28 ASEAN Chapter
[12]
Huala Adolf, Op., Cit., hal 131
[13]
Justisia Sabaroeddin, Op, Cit.,
.hal.114.