Thursday, September 24, 2015

Sejarah Perkembangan Hukum Organisasi Internasional

Sejarah Perkembangan Hukum Organisasi Internasional
Disusun Oleh :

Kelompok I
Anggota :









FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2015





KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan Rahmat-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan Makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang senantiasa membawa kita kepada jalan keridhaan dan maghfirah Allah SWT.
Tentunya dalam penyusunan ini, tak luput adanya kekurangan dan kelemahan dari segala sisinya. Oleh karena itu, dengan hati terbuka, kami menerima saran dan kritik dari pembaca sekalian, yang tentunya bisa menyempurnakan penyusunan Makalah ini.
Rasa terima kasih yang terdalam kami hanturkan kepada semua pihak yang telah ikut serta membantuu penyusunan Makalah ini. Terlebih ucapan terima kasih itu kami sampaikan kepada dosen pembimbing.
Akhirnya, dapatlah kami menadahkan tangan kehadirat Allah SWT. seraya berdoa dan bermunajat, semoga Makalah ini dapat bermanfaat, khususnya pada bidang pelajaran “ Hukum Organisasi Internasional “.
Banda Aceh,    september 2015
Penyusun,

          Kelompok 1







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB     I : PENDAHULUAN
Latar Belakang  .....................................................
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan ................................................................
BAB    II : PEMBAHASAN
 Sejarah Terbentuknya Organisasi Internasional
Pendirian Organisasi Internasional
Proses Lahirnya Organisasi Internasional Secara Hukum
Klasifikasi Organisasi Internasional
BAB   III PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................  iv








BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada satu negara pun di dunia yang dapat hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Fungsi sosial dari suatu negara terhadap negara lain sangatlah besar dan oleh karena itu maka eksistensi dari suatu organisasi sangatlah diperlukan. Organisasi ini berfungsi sebagai wadah negara-negara dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan, dan pengaruh mereka. Terdapat banyak organisasi yang tumbuh dan berkembang di dunia, mulai dari organisasi antar keluarga, antar daerah, antar propinsi sampai ke lingkup yang lebih luas yaitu antar negara yang berada dalam satu kawasan
Sebagai anggota masyarakat internasional, suatu negara tidak dapat hidup tanpa adanya hubungan dengan negara lain. Hubungan antar negara sangat kompleks sehingga di perlukan pengaturan. Untuk mengaturnya agar mencapai tujuan bersama, negara-negara membutuhkan wadah yaitu Organisasi Internasional. Timbulnya hubungan internasional secara umum pada hakikatnya merupakan proses perkembangan hubungan antar negara. Dengan membentuk organiasasi, negara-negara akan berusaha mencapai tujuan yang menjadi kepentingan bersama dan menyangkut bidang kehidupan yang luas.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
Bagaimana sejarah terbentuknya organisasi internasional
Bagaimana klasifikasi organisasi iinternasonal
Bagaimana persyaratan pendirian organisasi internasional
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah :
Untuk mengetahui sejarah terbentuknya organisasi internasional
Untuk mengetahui klasifikasi organisasi iinternasonal
Untuk mengetahui Bagaimana persyaratan pendirian organisasi internasional



BAB II
Pembahasan
Sejarah Terbentuknya Organisasi Internasional
Organisasi internasonal merupakan suatu persekutuan negara-negara yang dibentuk dengan persetujuan antara para anggotanya dan mempunyai suatu sistem yang ditetap atau perangkat badan-badan yang tugasnya adalah untuk mencapai tujuan kepentingan bersama denga cara mengadakan kerjasama antara para anggotanya. sedangkan Hukum organisasi intetnasional pada hakikatnya merupakan norma-norma hukum internasional yang terhimpun dalam suatu instrumen pokok (constituent instrumen) yang mengatur tentang pembentukan suatu organisasi internasional termasuk badan-badannya dengan tugas dan kewenangannya, prinsip-prinsip dan tujuannya serta keanggotaannya termasuk hak-hak dan kewajiban, cara-cara pengambilan putusan dan aspek-aspek lainnya dari PBB dan sebagainya.
Bagi organisasi - organisasi internasional yang dibentuk atau didirikan melalui perjanjian, diperlukan negara - negara sebagai pihak dan bukan pemerintah, karena pemerintah hanya bertindak atas nama negara. Setelah menjadi pihak dari suatu perjanjian untuk membentuk suatu organisasi internasional, sesuatu negara menerima kewajiban - kewajiban yang pelaksanaann keseluruhan. Atas dasar itu maka tidaklah tepat dikatakan sebagai organisasi antar pemerintah
Di dalam memahami batasan Hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan organisasi internsional itu sendiri, yang sudah lama timbul sejak beberapa negara mengadakan hubungan internasional secara umum, dan masing-masing negara itu mempunyai kepentingan. Hubungan internasional secara umum itu melibatkan banyak negara (lebih dari 2 negara), berbeda dengan hubungan antar dua negara yang telah dirintis sejak abad ke 16 melalui pertukaran utusan masing-masing atas dasar persetujuan bersama.
Perjanjian untuk membentuk suatu organisasi internasional pada hakikatnya merupakan instrument pokok pada organisasi tersebut, yang juga merupakan sumber hukum pokok bagi organisasi itu. Sejak organisasi internasional diciptakan, maka organisasi itu berlaku sejak ditetapkan dan berlangsung terus sampai perjanjian itu menyatakan berakhir. Namun jarang sekali terjadi perjanjian itu untuk membentuk organisasi: menyatakan secara tegas berakhirnya organisasi itu
Timbulnya hubungan internasional secara umum tersebut pada hakikatnya merupakan proses perkembangan hubungan antar negara, karena kepentingan dua negara saja tidak dapat menampung kehendak banyak negara. Dalam membentuk organisasi internasional, negara-negara melalui organisasi itu akan berusaha untuk mencapai tujuan yang menjadi kepentingan bersama, dan kepentingan ini menyangkut dengan bidang kehidupan internasional yang sangat luas, karena bidang-bidang tersebut menyangkut kepentingan banyak negara, maka diperlukan peraturan internasional (international regulation) agar kehidupan masing-masing negara dapat terjamin.
Di bidang perhubungan misalnya, negara-negara Eropa dalam tahun 1815 telah mengatur hubungan pelayaran melalui sungai Rhine dan di dalam Kongres Paris 1856 juga telah disepakati suatu persetujuan pelayaran melalui sungai Dunabe bagi negara-negara yang dilalui oleh sungai ini. Di bidang perdagangan, dalam tahun 1933 telah ada internasional Wheat Agreement yang mengatur produksi dan pemasaran-pemasaran gandum internasional. Dan dalam tahun 1934 beberapa negara telah menyetujui tentang pengaturan industri dan ekspor karet. Demikian juga di bidang moneter ketika negara-negara Amerika Selatan dalam tahun 1865 mangadakan peraturan bersama melalui Latin Monetary Union.
Sejak pertengahan abad ke-17  perkembangan organisasi internasional tidak saja diwujudkan dalam berbagai konferensi internasional yang kemudian melahirkan persetujuan-persetujuan, tetapi lebih dari itu sudah melembaga dalam berbagai variasi dari komisi (commission), serikat (union), dewan (council), liga (league), persekutuan (association), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (united nations), persemakmuran (commonwealth), masyarakat (community), kerjasama (cooperation), dan lain-lain.
Dengan proses perkembangan organisasi internasional tersebut dengan sekaligus telah menciptakan norma-norma hukum yang berkaitan dengan organisasi-organisasi tersebut, yang kemudian membentuk suatu perjanjian yang disebut instrumen dasar dan instrumen pokok (constituent instrument).

Pendirian Organisasi Internasional
Prasyarat untuk pendirian suatu organisasi adalah adanya keinginan untuk bekerja sama, begitu juga prasyarat untuk terbentuknya suatu organisasi internasional yaitu adanya keinginan untuk bekerja sama yang jelas-jelas kerjasama tersebut akan bermanfaat dalam bidangnya dengan syarat organisasi tidak melanggar kekuasaan dan kedaulatan negara anggota dalam suatu organisasi internasional.
Syarat-syarat pendirian organisasi internasional dapat dikembangkan dari unsur-unsur perjanjian internasional sebagai mana tertuang dalam Konvensi Wina 1969 yang menegaskan bahwa:
“an international agreement concluded between states in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instrument, and whatever its particular designation”
Berdasarkan unsur-unsur diatas maka persyaratan suatu organisasi internasional dapat diperinci sebagai berikut:
Dibuat oleh negara sebagai para pihak
Berdasarkan perjanjian tertulis dalam satu, dua, atau lebih instrumen
Untuk tujuan tertentu
Dilengkapi dengan organ
Berdasarkan hukum internasional

Proses Lahirnya Organisasi Internasional Secara Hukum
Dalam pembentukan suatu Organisasi Internasional, maka ada empat aspek yang menjadi faktor terpenting. Keempat aspek tersebut adalah : aspek filosofis; aspek hukum; aspek administari; aspek struktural.
Aspek Filosofis merupakan aspek pembentukan Organisasi Internasional yang berkenaan dengan falsafah atau tema-tema pokok suatu Organisasi Internasional.
Tema keagamaan seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI), moslem brotherhood.
Tema perdamaian, seperti association of Sount East Asian Nationals (ASEAN),PBB
 Tema penentuan nasib sendiri (the right of self-determination)
Tema kerjasama ekonomi
Aspek hukum adalah aspek yang berkenaan dengan permasalahan-permasalahan konstitusional dan prosedural.
Diperlukan constituent insrument
Dapat bertindak sebagai pembuat hukum, yang menciptakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam berbagai instrumen hukum
Mempunyai personalitas dan kemampuan hukum
Aspek Administrasi adalah aspek yang berkenaan dengan administrasi internasional.
Adanya sekretariat tetap
Adanya pejabat sipil internasional
Mempunyai anggaran
Aspek struktural adalah aspek yang berkenaan dengan permasalahan kelembagaan yang dimiliki oleh organisasi internasional tersebut.


Klasifikasi Organisasi Internasional
Shermers mengklasifikasikan organisasi internasional berdasarkan struktur dan fungsi organisasi internasional menjadi empat macam:
Organisasi publik dan privat
Organisasi Internasional publik adalah organisasi yang didirikan berdasarkan penjanjian antar negara.
  Organisasi Internasional privat adalah organisasi yang didirikan berdasarkan hukum internasional privat dan tunduk pada hukum nasional suatu negar.
Organisasi universal dan tertutup
Organisasi Internasional universal adalah organisasi yang memiliki karakter “universalitas, ultimate necessity, yaitu secara pesat organisasi ini menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi dan ketiga heterogenitas yakni dibangun atas dasar perbedaan pandangan politik, perbedaan budaya serta perbedaan tahap kemajuan.
Organisasi Internasional tertutup adalah organisasi yang besifat tertutup yang artinya perhimpunan tidak akan menerima keanggotaan selain dari groupnya atau komunitas secara terbatas.
Organisasi suprasional dan organisasi antar pemerintah
Organisasi Internasional suprasional merupakan organisasi kerjasama baik dalam bidang legislasi, yudikasi dan eksekutif bahkan sampai warga negara.
Organisasi Internasional, organisasi antar pemerintah hanya terbatas pada organ tertentu yaitu eksekutif. Untuk IGO diterapkan pada kerjasama antarpemerintah maupun organ-organ pemerintah selain suprasional.
Organisasi umum dan Organisasi fungsional
Organisasi Internasional umum sering disebut dengan organisasi politik, dengan ciri vastness of the fields juga termanifestasi dalam delegasi-delegasi diplomatik dan delegasi politik untuk tujuan politik.
Organisasi fungsional sering disebut dengan organisasi tehnis yang memiliki kekhususan dalam bidang fungsi spesifik.
Menurut Theodore A. Columbis dan James H, klasifikasi IGO dibagi empat berdasarkan keanggotaan dan tujuannya yaitu:
Organisasi Internasional dengan anggota global dengan tujuan umum.
Organisasi internasional dengan anggota global dengan tujuan khusus.
Organisasi internasional dengan anggota regional dengan tujuan umum.
Organisasi internasional dengan anggota regional dengan tujuan khusus.




























BAB III
Penutup

Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah
Hukum organisasi intetnasional pada hakikatnya merupakan norma-norma hukum internasional yang terhimpun dalam suatu instrumen pokok (constituent instrumen) yang mengatur tentang pembentukan suatu organisasi internasional termasuk badan-badannya dengan tugas dan kewenangannya, prinsip-prinsip dan tujuannya serta keanggotaannya termasuk hak-hak dan kewajiban, cara-cara pengambilan putusan dan aspek-aspek lainnya dari PBB dan sebagainya
persyaratan suatu organisasi internasional dapat diperinci sebagai berikut:
Dibuat oleh negara sebagai para pihak
Berdasarkan perjanjian tertulis dalam satu, dua, atau lebih instrumen
Untuk tujuan tertentu
Dilengkapi dengan organ
Berdasarkan hukum internasional














DAFTAR PUSTAKA

Nurdin, 2008, “Hukum Organisasi Internasional”,  Departemen Pendidikan Nasional Fakultas Hukum Unsiversitas Syiah Kuala
maulidahayati.blogspot.co.id/2011/04/sejarah-ringkas-perkembangan-organisasi.html
http://benedictussinggih.blogspot.co.id/2012/12/makalah-organisasi-internasional.html

Thursday, September 10, 2015

Makalah Tentara Nasional Indonesia



Tentara Nasional Indonesia


Di Susun oleh :
Nama      : Alvinur Rahmi
Nim         : 12032101010273


 

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSsdjpI56pJZ4g2sNqoeziLu5xSxlme83Vk0C7TNsPo2ykeLvTw






FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2015





BAB 1
Pendahuluan
A.           Latar Belakag Masalah
Negara Indonesia sebagai negara yang dikenal dengan konsep Demokrasi Konstitusional (Constitutional Democracy) yang mengandung gagasan bahwa pemerintahan yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan melakukan tindakan yang sewenang-wenang terhadap warga negaranya.
Negara hukum yang Demokratis diperlukan adanya pembagian kekuasaan yang bertujuan untuk menghindari penyelewengan profesionalitas penyelenggaraan negara yang ditujukan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. Adapun beberapa lembaga-lembaga yang memiliki kedudukan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah TNI,
Dalam Paradigma baru kedudukan TNI dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia diwujudkan melalui Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang disahkan DPR-RI (30 September 2004) telah melakukan kontruksi ulang rumusan tugas TNI.
Belum terpenuhnya pembangunan pertahanan negara yang diarahkan pada tercapainya kekuatan pokok minimal (minimum essential forces), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dimana menyebabkan tugas-tugas TNI dalam rangka menegakkan kedaulatan dan keutuhan NKRI masih terkendala.
Tidak hanya itu, kurang memadainya kondisi dan jumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista), sarana dan prasarana, serta masih rendahnya tingkat kesejahteraan anggota TNI merupakan permasalahan yang selalu dihadapi dalam upaya meningkatkan profesionalisme TNI. Dimana peralatan militer yang dimiliki kebanyakan sudah usang dan ketinggalan zaman dengan rata-rata usia lebih dari 20tahun. Dengan wilayah yang sangat luas baik wilayah daratan, laut, maupun udara, maka kondisi kuantitas, kualitas, serta kesiapan operasional alutsista yang kurang memadai sangat susah untuk dapat menjaga integritas dan keutuhan wilayah yurisdiksi secara optimal, terlebih lagi bila timbul permasalahan lain yang tidak terduga, seperti bencana alam.
keterbatasan dukungan anggaran yang disediakan untuk TNI dan belum terwujudnya kegiatan penilitisn dan pengalaman nasional yang terpadu dan nyata di bawah kendali pemerintah untuk kepentingan kebutuhan alutsista TNI. ketergantungan pada teknologi dan industri militer luar negeri yang rawan embargo merupakan masalah yang masih dihadapi dalam rangka kemandirian industri pertahanan dalam negeri. 
 Dari latar belakang masalah di atas saya tertarik untuk membahas permasalahan ini yang bertema Tentara Nasional Indonesia”.











BAB II
Pembahasan
A.       Tentara Nasional Indonesia
Perubahan UUD 1945 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebagaimana tercantum dalam Pasal 30. Dalam pasal ini ditentukan dengan jelas mengenai perbedaan tugas dan kewenangan masing-masing untuk menjamin perwujudan demokrasi dan tegaknya rule of law. Dalam pasal 30 ayat (1) UUD 1945 menentukan, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan  dan keamanan negara.”
Pasal 30 ayat (2) menentukan pula bahwa “usaha pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.[1] Sementara itu, dalam ayat (3) Pasal 30 menentukan, “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.” [2]
Sesudah reformasi nasional, diadakan pemisahan yang tegas antara kedudukan dan peran TNI dan POLRI sebagsi ABRI ditiadakan. Pemisahan tersebut ditetapkan dengan Ketetapan MPR  No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI, serta Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran POLRI. Berdasarkan hal itu, pada tahun 2002 diundangkan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan juga UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Selanjutnya, pada tahun 2004 dibentuk pula undang-undang khusus tentang TNI. Rancangan UU tentang TNIbitu disetujui bersama oleh DPR dan Presiden dan pada rapat paripurna DPR 30 September 2004. Berdasarkan UU tentang TNI ini, jelas ditentukan bahwa TNI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Kepala Staf Angkatan.
Sesuai ketentuan Pasal 2 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI tersebut, Tentara Nasional Indonesia adalah :
a.             Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara indonesia;
b.             Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya;
c.              Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama;
d.             Tentara Professional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya. serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.[3]
Menurut UU No. 34 Tahun 2004, dalam pengarahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI dibawah koordinasi Departemen Pertahanan.
TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Tugas pokok TNI sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.[4]
B.       Kondisi Tentara Nasional Indonesia Saat Ini
TNI sebagai alat negara yang berfungsi sebagai alat pertahanan negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dianggap kurang tepat, sebab fungsi TNI tersebut bukan hanya sebagai alat pertahanan negara saja akan tetapi harus diikuti juga dengan fungsi sosial politik yang terbatas sesuai dengan kedudukan TNI sebagai lembaga negara. Pada masa sekarang, fungsi TNI dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dapat dilihat dalam pasal 6 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia mengenai fungsi dari TNI, dimana dinyatakan bahwa TNI sebagai alat pertahanan negara berfungsi sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa; penindak terhadap setiap bentuk ancaman; dan pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan; serta hubungan sipilmiliter dalam negara demokratis masih banyak kendala, yaitu implementasi peran dan kedudukan sesuai paradigma baru TNI dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia ditandai dengan pertama, masih kuatnya perbedaan persepsi di kalangan internal TNI tentang ancaman terhadap eksistensi negara. Kedua, belum jelasnya garis antara bidang pertahanan dan bidang keamanan. Ketiga, keterbatasan dana anggara, baik yang dimiliki Angkatan Laut. Keempat, belum adanya platform yang jelas dan tegas dari pihak sipil untuk bersama-sama membatasi ruang gerak militer dari ranah politik.[5]
Akan tetapi saat ini, pembangunan di bidang pertahanan negara telah menunjukkan kemajuan meskipun masih mempunyai berbagai kelemahan. Banyaknya permasalahan kedaulatan wilayah yang dihadapi saat ini belum dapat diatasi secara cepat dan tepat oleh pemerintah. Sementara itu, kondisi perekonomian yang masih kurang menguntungkan, mengakibatkan masyarakat rentan terhadap isu-isu yang berkembang. Kondisi tersebut mempermudah timbulnya konflik vertikal dan horizontal yang berpotensi mengancam integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga memerlukan penanganan yang lebih komprehensif dengan melibatkan berbagai komponen terkait.
Dalam mengatasi keterbatasan dukungan anggaran , maka dibuat rencana strategis melalui pendekatan skala prioritas yang diwujudkan secara bertahap, berjenjang, dan berkesinambungan yang mencakup dimensi alutsista, sistem, personil, materil, serta sarana dan prasarana.
Dan dalam meningkatkan kesejahreraan prajurit, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah melengkapi kebutuhan dasar prajurit berupa perumahan, fasilitas kesehatan, uang lauk pauk, serta mengupayakan adanya jaminan sosial dan asuransi yang memadai bagi prajurit TNI yang sedang melaksanakan tugas-tugas operasi maupun prajurit yang akan purna tugas sehingga dapat memberikan kepastian jaminan hidup.
C.       Kondisi Ideal Tentara Nasional Indonesia yang Diharapkan
Dalam rangka meningkatkan hasil-hasil yang telah dicapai serta mengatasi permasalahan yang dihadapi, maka perlu tindak lanjut.
Pelaksaan percepatan pembangunan kekuatan TNI meliputi pembangunan dan pengembangan pertahanan integratif, pengembangan pertahanan matra darat, laut dan udara. Dalam pengembangan pertahanan integratif, tindak lanjut yang diperlukan meliputi:
1)        Pembangunan gelar kekuatan yang berimbang antara kekuatan TNI
2)        Kegiatan integratif
3)        Peningkatan kesejahteraan prajurit
4)        Pemberdayaan industri pertahanan nasional
5)        Peningkatan kerjasama militer luar negeri dengan mewujudkan pengendalian kebijakan satu pintu dalam kerja sama internasional
Selanjutnya, dalam pengembangan pertahanan matra darat, tindak lanjut yang diperlukan meliputi :
1)        Melanjutkan penataan dan validasi organisasi TNI AD, terdiri dari: (a) penyusunan 6organisasi baru; (b) validasi 17 orgas baru; (c) Pengesahan 20 orgas hasil uji coba.
2)        Pengembangan dan pembangunan alutsista.
Dalam pengembangan pertahanan matra laut, tindak lanjut yang diperlukan adalah :
1)        Melanjutkan program multiyears dan bertahap dalam pengadaan konvet kelas Sigma, kapal perusak kawal rudal, Sewaco kelas Sigma, kapal selam diesel electric, dll.
2)        pembangunan bidang materiil yang meliputi pengadaan DG KRI kelas Parchim, peralatan senjata elektronika Korvet kelas Sigma, battery Terpedo, dll.
3)        Pembangunan dan renovasi pangkalan dengan fasilitas pendukungnya disesuaikan denga tingkat/kelas pangkalan, pembentukan pangkalan Marinir di pangkalan Brandan, Pere-Pere dan Sorong.
4)        Pengadaan senjata ringan, kendaraan bermotor, kendaraan tempur, alat komunikasi, dll.
Adapun tindak lanjut yang perlu ditemput dalam pengembangan pertahanan matra udara adalah :
1)        Pengembangan organisasi melalui : pembentukan Skuadron Heli VIP/VVIP, valiasi organisasi Lanud Eliari Kupang, dll
2)        Pembangunan materi yang meliputi : (a) pengadaan pesawat (b) pengadaan suku cadang/engine/avionik pesawat tempur, angkut, latih dan heli.























BAB III
Penutup
A.       Kesimpulan
1.        Dalam Pasal 30 ayat (3) menentukan, “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.”
2.        TNI sebagai alat pertahanan negara berfungsi sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa; penindak terhadap setiap bentuk ancaman; dan pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan
B.       Saran
Dalam Makalah ini dikatakan dalam Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 menentukan, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan  dan keamanan negara.” jadi, kita sebagai masyarakat Indonesia juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama, untuk ikut serta dalam mempertahankan dan melindungi negara ini.
C.       Rekomendasi
Kurangnya alat alusista yang menyebabkan kurangnya sistem pengamanan di Indonseia sehingga diharapkan selanjutnya adanya penambahan alusista yang membuat sistem pertahanan indonesia menjadi lebih kuat

Daftar Pustaka

Asshiddiqie Jimly, 2006, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Jakarta : Konstitusi Press.

Huda Ni’matul, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=58685&obyek_id=4





[1] Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (Jakarta : Konstitusi Press, 2006), hal. 120.

[2] Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hal,252.
[3] Op.Cit, hal. 122

[4] Op.Cit, hal, 254.

[5]http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=58685&obyek_id=4