Saturday, March 5, 2016

ASEAN




BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)  merupakan organisasi antar pemerintah yang beranggotakan sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara yang dibentuk pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan Deklarasi ASEAN. ASEAN merupkan suatu organisasi regional yang orisinil dan murni yang dibentuk leh lma negara anggota, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura Dan Thailand.
Deklarasi tersebut merupakan dokumen yang pendek yang hanya mengandung lima pasal. Dokumen tersebut mendeklarasikan terbentuknya asosiasi kerjasama regional di antara negara-negara Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) 
Pada tahun 2007 ASEAN Charter terbentuk, Charter ini berlaku sebagai dasar (konstitusi) dari ASEAN. Hal ini terlihat dari ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya, yang sebagian besar mengatur mengenaistruktur dari ASEAN, hak dan kewajiban Anggotanya, cara penyelesaian sengketa, tujuan dari ASEAN, dan lain-lain. Dengan demikian, instrumen hukum yang mengatur kegiatan organisasi ini secara internal adalah ASEAN Charter.[1]

B.            Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:
1.        Bagaimana Personalitas Hukum Asean Sebagai Organisasi Internasional ?
2.        Apa-apa saja Kriteria untuk menjadi anggota Organisasi ASEAN ?
3.        Bagaimana tanggung jawab Organisasi ASEAN ?
4.        Bagaimana Pengambilan Keputusan dan Penyelesaian Sengketa dalam ASEAN?
5.        Bagaimana Ketentuan Pengunduran Diri Dari Keanggotaan ASEAN



BAB II
PEMBAHASAN
A.           Personalitas Hukum Asean Sebagai Organisasi Internasional
Untuk mengetahui apakah ASEAN memiliki personalitas hukum dalam hukum internasional, salah satu kajian yang dapat dilakukan adalah berdasarkan will theory. Will theory mendasarkan ada tidaknya personalitas hukum suatu organisasi internasional pada kehendak para pendirinya. Dasar teori ini tak lain adalah  bahwa hukum internasional didasarkan pada konsensus bebabas negara-negara yag dinyatakan secara tegas.
Simon Chesterman berpendapat bahwa ASEAN merupakan salah satu organisasi internasional yang memperoleh personalitas hukum berdasarkan will theory. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pasal 3 piagam asean yang berbunyi “ASEAN, as an inter-governmental organisation, is hereby conferred legal personality”. Bedasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat diketahui dua hal:
1)             ASEAN meruakan organisasi antarpemerintah, dan
2)             Para anggota ASEAN (pendiri ASEAN) berkehendak untuk memberikan personalitas hukum terhadap ASEAN[2]

B.            Kriteria Keanggotaan Organisasi ASEAN
Prosedur pengajuan dan penerimaan keanggotaan ASEAN diatur dalam Pasal 6 Piagam Asean, yaitu wajib diatur oleh Dewan Koordinasi ASEAN, dengan kriteria:
a)             letaknya secara geografis diakui berada di kawasan Asia Tenggara;   
b)             pengakuan oleh seluruh Negara Anggota ASEAN;
c)             kesepakatan untuk terikat dan tunduk pada Piagam; dan
d)            kesanggupan dan keinginan untuk melaksanakan kewajiban
Disamping itu, penerimaan anggota baru wajib diputuskan secara konsensus oleh Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN berdasarkan rekomendasi Dewan Koordisasi ASEAN. Negara pemohon wajib diterima ASEAN pada saat penandatanganan aksesi Piagam ASEAN.
Hingga saat ini keanggotaan ASEAN terdiri atas sepuluh negara, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Dalam perkembangannya, terdapat keinginan dari beberapa untuk menjadi anggota ASEAN, antara lain, Timor Leste dan Papua Nugini[3]

C.           Tanggung Jawab Organisasi Asean
1.      Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT) sebagai pengambil keputusan utama, yang melakukan pertemuan 2 kali setahun termasuk pertemuan KTT ASEAN dan KTT ASEAN terkait lainnya
2.      Dewan Koordinasi ASEAN ( ASEAN Coordinating Council) yang atas para Menteri Luar Negeri ASEAN dengan tugas menyiapkan pertemuan-pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, mengoordinasikan pelaksanaan perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Mengkoordinasi dengan Dewan Komunitas ASEAN. ( ASEAN Comminity Councils)
3.      Dewan Komunitas ASEAN ( ASEAN Comminity Councils) dengan ketiga pilar komunitas ASEAN, yakni Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community Council), Dewan Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community Council), dan Dewan Komunitas Sosial-Budaya. (ASEAN Socio-Cultural Community Council), dengan tugas menjamin pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang relevan, mengoordinasikan kerja dari berbagai sektor yang berada di lingkupnya, dan isu-isu lintas Dewan Komunitas lainnya; dan menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai hal-hal yang berada di lingkupnya
4.      Badan-Badan Sektoral tingkat Menteri (ASEAN Sectoral Ministerial Bodis), berfungsi sesuai dengan mandat masing-masing yang telah ditetapkan;, melaksanakan perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang berada di lingkupnya; memperkuat kerja sama di bidang masing-masing untuk mendukung integrasi dan pembangunan komunitas ASEAN; dan menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada Dewan Komunitas masing-masing.
5.      Komite Wakil Tetap untuk ASEAN yang terdiri dari Wakil Tetap negara ASEAN, pada tingkat Duta Besar dan Berkedudukan di Jakarta, berkewajiban mendukung kerja Dewan-Dewan Komunitas ASEAN dan Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN; berkoordinasi dengan Sekretariat-Sekretariat Nasional ASEAN dan Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN lain; menjadi penghubung ke Sekretaris Jenderal ASEAN dan Sekretariat ASEAN dalam semua bidang yang relevan dengan kerjanya;  memfasilitasi kerja sama ASEAN dengan mitra-mitra eksternal; dan menjalankan fungsi-fungsi lainnya yang akan ditentukan oleh Dewan Koordinasi ASEAN.
6.      Sekretaris Jenderal ASEAN yang dibantu oleh 4 (empat) orang Wakil Sekretaris Jenderal dan Sekretariat ASEAN. menjalankan tugas dan tanggung jawab jabatan tinggi ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan Piagam ini dan instrumen-instrumen ASEAN yang relevan, protokol-protokol, dan praktik-praktik yang berlaku; memfasilitasi dan memonitor perkembangan dalam pelaksanaan perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan ASEAN, dan menyampaikan laporan tahunan mengenai hasil kerja ASEAN kepada KTT ASEAN; berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Dewan-Dewan Komunitas ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN, dan Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN serta pertemuan-pertemuan ASEAN lain yang relevan; menyampaikan pandangan-pandangan ASEAN dan berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan dengan pihak-pihak eksternal yang sesuai dengan pedoman kebijakan yang telah disetujui dan mandat yang diberikan kepada Sekretaris Jenderal; dan merekomendasikan pengangkatan dan pengakhiran para Deputi Sekretaris Jenderal kepada Dewan Koordinasi ASEAN untuk mendapat persetujuan.
7.      Sekretariat Nasional ASEAN yang dipimpin oleh pejabat senior untuk melakukan koordinasi internal di masing-masing negara ASEAN
8.      Badan HAM ASEAN (ASEAN Human Rights Body) yang akan mendorong perlindungan dan promosi HAM di ASEAN
9.      Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation) yang akan membantu Sekjen ASEAN dalam meningkatka pemahaman mengenai ASEAN, termasuk pembentukan identitas ASEAN,  Yayasan ASEAN bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal ASEAN, yang akan menyampaikan laporannya kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN melalui Dewan Koordinasi ASEAN.
10.  Entitas yang berhubungan dengan ASEAN (Entities associated with ASEAN)[4]

D.           Pengambilan Keputusan dan Penyelesaian Sengketa dalam ASEAN
1.      Pengambilan Keputusan dalam ASEAN
Proses pengambilan keputusan suatu organisasi internasional merupakan masalah penting bagi suatu organisasi internasioanal. Dengan mengetahui proses pengambilan keputusan dari suatu organisasi internasional maka kita akan mengetahui apa yang dikehendaki oleh negara anggota organisasi internasional tersebut
Perkataan keputusan (decision) dipakai dalam arti umum dari keputusan yang diformulasikan dalam pengertian hukum sebagai kesimpulan dari suatu diskusi/debat. Keweangan untuk mengambil keputusan dari suatu organisasi internasional ditentukan dalam anggaran dasar organisasi internasional tersebut.[5]
Proses pengambilan keputusan ASEAN secara umum dilakukan diatur dalam Pasal 20 Piagam ASEAN yaitu, berdasarkan musyawarah dan mufakat, terutama untuk keputusan-keputusan yang menyangkut persoalan sensitif, seperti masalah keamanan dan politik luar negeri.
Pengambilan keputusan yang penting dalam ASEAN (Sensitive Agreements) ditandatangani oleh perwakilan negara-negara anggota. Sedangkan untuk permasalahan-permasalahan yang tidak sensitif dan tidak mengikat, dapat ditadatangani oleh Sekretaris Jenderal ASEAN. Dalam kasus ASEAN, pengambilan keputusan oleh perwakilan negara-negara dilakukan berdasarkan musyawarah dan mufakat. Dengan metode pengambilan keputusan ini, negara-negara anggota tidak dapat terikat secara hukum tanpa persetujuan mereka dalam persoalan-persoalan penting. Apabila musyawarah dan mufakat tidak memuaskan hasil, Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN dapat memutuskan bagaimana suatu keputusan tertentu dapat diambil. Badan pengambilan kebijakan tertinggi dalam ASEAN adalah Konferensi Tingkat Tinggi Asean (ASEAN Summit) yang terdiri atas Kepala Negara atau Pemerintahan dari negara-negara anggota.[6]

2.      Penyelesaian Sengketa di ASEAN
Penyelesaian sengketa di antara negara ASEAN ditentukan dalam BAB VIII Piagam ASEAN tentang penyelesaian sengketa yaitu. Negara-Negara Anggota wajib berupaya menyelesaikan secara damai semua sengketa dengan cara yang tepat waktu melalui dialog, konsultasi, dan negosiasi.
1)             Penghindaran Timbulnya Sengketa Dan Penyelesaian Melalui Negosiasi Langsung
Pasal 22 Piagam ASEAN mengemukakan bahwa Negara-Negara Anggota wajib berupaya menyelesaikan secara damai semua sengketa dengan cara yang tepat waktu melalui dialog, konsultasi, dan negosiasi. Dan ASEAN wajib memelihara dan membentuk mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa dalam segala bidang kerja sama ASEAN
Penyelesaian tesebut juga tercantum dalam Pasal 13 Treaty of Amity and Cooperation in South East Asean Nations (TAC), mensyaratkan negara- negara anggota untuk sebisa mungkin dengan itikad baik mencegah timbulnya sengketa diantara mereka. Namun apabila sengketa tetap lahir dan tidak mungkin dicegah maka para pihak wajib menahan diri untuk tidak menggunakan (ancaman kekerasan. Pasal ini selanjutnya mewajibkan para pihak untuk menyelesaikannya melalui negosiasi secara baik-baik (friendly negotiations) dan langsung diantara mereka.. Pasal 13 TAC berbunyi:
The High Contracting Parties shall have determination and good faith to prevent disputes from arising. In case disputes on matters directly affecting them should arise, especially disputes likely to disturb regional peace and harmony, they shall refrain from the threat or use of force and shall at all times settle such disputes among them selves through friendly negotiations[7]
Menerut ketentuan tersebut maka anggota ASEAN dalam hal terjadi sengketa; Pertama, akan menghindari penggunaan kekerasan. Kedua, akan menyelesaikan sengketa antara mereka dengan perundingan.[8]
2)             Penyelesaian Sengketa Melalui the High Council.
Pasal 23 Piagam ASEAN mengemukakan Negara-Negara Anggota yang merupakan para pihak dalam suatu sengketa dapat sewaktu-waktu sepakat untuk menggunakan jasa baik, konsiliasi, atau mediasi dalam rangka menyelesaikan sengketa dengan batas waktu yang disepakati.dan Para pihak dalam sengketa dapat meminta Ketua ASEAN atau Sekretaris Jenderal ASEAN, bertindak dalam kapasitas ex-officio, menyediakan jasa-jasa baik, konsiliasi, atau mediasi[9]
Penyelesaian tesebut juga tercantum dalam Pasal 14 Treaty of Amity and Cooperation in South East Asean Nations (TAC), yang berbunyi:
To settle disputes through regional processes, the high Contracting Parties shall constitute. as continuing body, a High Council comprising a Representative at ministerial level from each of the high contracting parties to take cognizance of the existence of disputes of situation likely to disturb reg ional peace and harmony
Menurut Pasal ini maka ditentukan akan dibentuk High Council yang terdiri dari wakil negara anggota seringkat Menteri.
Dalam hal para pihak tidak dapat menyelesaikan sengketa secara langsung dengan perundingan akan menyarankan pada para pihak penyeleseaian sengketa seperti jasa-jasa baik (good offices), mediasi (mediator), i=dan konsiliasi (concilliation). High Concil dapat menawarkan jasa-jasa baiknya, atau atas persetujuan para pihak dapat membentuk Komite Mediator, Komite Inquiry dan Komite Konsiliasi. Ketentuan ini hanya akan diterapkan bila para pihak yang bersengketa menyetujui penyelesaian sengketa berdasarkan ini.[10]
3)             Cara-cara Penyelesaian sengketa berdasarkan Pasal 33 Ayat (1) Piagam PBB.
Dalam Pasal 28 Piagam Asean diatur yaitu: Kecuali diatur sebaliknya di dalam Piagam ini, Negara-Negara Anggota berhak untuk beralih ke cara-cara penyelesaian sengketa secara damai seperti tercantum dalam Pasal 33(1) dari Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa atau instrumen hukum internasional yang lain yang di dalamnya Negara-Negara Anggota yang bersengketa merupakan para pihak.[11]
Dalam praktik, para pihak yang bersengketa lebih cenderung untuk menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi langsung. Apabila cara negosiasi ini gagal maka para pihak cenderung untuk menyelesaikannya secara hukum, seperti penyelesaian sengketa ke Mahkamah Internasional (ICJ). Contoh langka seperti ini misalnya adalah sengketa Indonesia-Malaysia mengenai status kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan, atau antara Malaysia-Singapura mengenai status kepemilikan Pulau Batu Puteh.[12]

E.            Ketentuan Pengunduran Diri Dari Keanggotaan ASEAN
Pengunduran diri dari ASEAN tidak dapat dilakukan. Hal ini didasarkan atas beberapa alasan. Pertama, di dalam VCLT secara jelas dinyatakan di dalam Pasal 54 bahwa pengunduran diri dari suatu Perjanjian Internasional dapat dilakukan apabila terdapat ketentuan mengenai hal itu di dalam perjajian Internasional yang bersangkutan. ASEAN Charter tidak memberikan ketentuan mengenai hal tersebut, maka hal ini memberikan alasan pertama mengapa pengunduran diri dari ASEAN tidak dapat dilakukan.
Selain itu, apabila melihat pada praktek-praktek yang terdapat didalam organisasi internasonal lainnya, maka hal ini juga dapat membuktikan bahwa pengunduran diri dari ASEAN tidak dapat dilakukan. Seperti PBB merupakan organisasi yang tidak memiliki ketentuan mengenai pemunduran diri. Pada kasus pengunduran diri indonesia dari PBB, pada akhirnya pengunduran diri tersebut tidak diakui oleh PBB. Indonesia hanya dianggap sebagai anggota yang tidak aktif. Hal ini dibuktikan dengan pembayaran konteribusi yang dilakukan Indonesia kepada PBB untuk jangka waktu nonaktifnya, ketika indonesia kembali ke PBB.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengunduran diri dari ASEAN ridak dapat dilakukan. Namun, terhadap hal ini timbul permasalahan mengenai bagaimana halnya apabila negara-negara tersebut bersikeras untuk mengundurjan diri. Organisasi internasional memang tidak dilengkapi dengan sanksi hukum yang imperatif sehingga tidak bisa mencegah suatu negara untuk mengudurkan diri. Apabila suatu negara mengundurkan diri dari ASEAN (atau organisasi internasional lain), maka dapat dikatakan bahwa negara anggota yang bersangkutan terus menerus melanggar kewajibannya sebagai anggota. Terhadao negara ini dapat diambil langkah sebagai pelanggaran kewajiban. Pada ASEAN maka permasalahan ini diserahkan kepada ASEAN summit sebagai institusi pengambilan kebijakan berdasarkan pada Pasal 20 ayat (4), yaitu Dalam hal suatu pelanggaran serius terhadap Piagam atau ketidakpatuhan, hal dimaksud wajib dirujuk ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN untuk diputuskan.[13]




BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
1.        Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)  merupakan organisasi antar pemerintah yang beranggotakan sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara yang dibentuk pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan Deklarasi ASEAN.
2.        Simon Chesterman berpendapat bahwa ASEAN merupakan salah satu organisasi internasional yang memperoleh personalitas hukum berdasarkan will theory. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pasal 3 piagam asean yang berbunyi “ASEAN, as an inter-governmental organisation, is hereby conferred legal personality”. Bedasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat diketahui dua hal:
a.         ASEAN meruakan organisasi antarpemerintah, dan
b.         Para anggota ASEAN (pendiri ASEAN) berkehendak untuk memberikan personalitas hukum terhadap ASEAN
3.        Penyelesaian sengketa dalam ASEAN adalah: 1). Negosiasi langsung antar para pihak, 2). Melalui High Council yang dapat bertindak sebagai pemberi jasa-jasa baik (good offices), mediator atau membentuk Komite Inquiry atau Komite Konsiliasi atau mengambil langkah yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa. 3). Menyelesaikan sengketa sesuai dengan pasal 33 Piagam PBB

B.       Saran
ASEAN memiliki The High Council untuk menyelesaikan sengketa internasional antar anggotanya, namun belum pernah sekalipun lembaga ini digunakan. Dalam menyelesaikan sengketa Sipadan dan Ligitan misalnya, Indonesiadan Malaysia lebih  memilih penyelesaian melalui Mahkamah Internasional daripada The High Council. Masalah pelanggaran HAM di Myanmar juga tidak pernah ditanggapi serius oleh ASEAN. Oleh karena itu ASEAN harus lebih membenah diri lagi terhadap persengketaan di ASEAN itu sendiri


DAFTAR PUSTAKA

Anggra Cininta P. 2012 , Personalitas Hukum AseanTerhadap Kedudukan Asean dalam Perjanjian yang dibuat dengan Negara atau Organisasi Internasional , Fakultas Hukum, Program Studi Ilmu Hukum kekhususan hukum tentang hubungan transnasional, universitas indonesia.
ASEAN Selayang Pandang Edisi Ke-19, Tahun 2010.
Huala Adolf, 2004 Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional,  Sinar Grafika, Jakarta.
Justisia Sabaroeddin, 2012, ketentuan hukum internasional mengenai pengunduran diri dari keanggotaan organisasi internasionl; studi kasus Association Of southeast asian nations, skripsi. Depok: fakultas hukum, program studi ilmu hukum kekhususan hukum tentang hubungab transnasional, universitas indonesia.
Sri Setia Ningsih, 2004, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Ui-Press, Jakarta.
Sri Setia Ningsih, 2006, Penyelesaian Sengketa Internasional, Ui-Press, Jakarta.



[1] . Justisia Sabaroeddin, ketentuan hukum internasional mengenai pengunduran diri dari keanggotaan organisasi internasionl; studi kasus Association Of southeast asian nations, skripsi. Depok: fakultas hukum, program studi ilmu hukum kekhususan hukum tentang hubungab transnasional, universitas indonesia, 2012, .hal.94
[2] Anggra Cininta P., Personalitas Hukum AseanTerhadap Kedudukan Asean dalam Perjanjian yang dibuat dengan Negara atau Organisasi Internasional , Fakultas Hukum, Program Studi Ilmu Hukum kekhususan hukum tentang hubungan transnasional, universitas indonesia, 2012 hal. 81


[3]  ASEAN Selayang Pandang Edisi Ke-19, Tahun 2010, hal.13
[4]  Ibid., hal.14
[5] Sri Setia Ningsih, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Ui-Press, Jakarta, 2004,  hal.143
[6] Anggra Cininta P, Op. Cit., hal. 90
[7] Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional,  Sinar Grafika, Jakarta, 2004, Hal.129
[8]  Sri Setia Ningsih, Penyelesaian Sengketa Internasional, Ui-Press, Jakarta, 2006, hal. 229
[9]  Pasal 23 Asean Chapter
[10]  Sri Setia Ningsih, Penyelesaian Sengketa….. Op, Cit.,  hal. 230
[11] .  Pasal 28 ASEAN Chapter
[12]  Huala Adolf, Op., Cit., hal 131
[13]  Justisia Sabaroeddin, Op, Cit., .hal.114.