Eksekusi Jaminan Fidusia
di Indonesia
Disusun
oleh :
Alvinur
Rahmi
1203101010273
![]() |
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2014

Alhamdulillah, segala
puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
Rahmat-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan Makalah ini. Shalawat
serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang senantiasa
membawa kita kepada jalan keridhaan dan maghfirah Allah SWT.
Tentunya dalam
penyusunan ini, tak luput adanya kekurangan dan kelemahan dari segala sisinya.
Oleh karena itu, dengan hati terbuka, kami menerima saran dan kritik dari
pembaca sekalian, yang tentunya bisa menyempurnakan penyusunan Makalah ini.
Rasa terima kasih
yang terdalam kami hanturkan kepada semua pihak yang telah ikut serta membantuu
penyusunan Makalah ini. Terlebih ucapan terima kasih itu kami sampaikan kepada
dosen pembimbing.
Akhirnya, dapatlah
kami menadahkan tangan kehadirat Allah SWT. seraya berdoa dan bermunajat,
semoga Makalah ini dapat bermanfaat, khususnya pada bidang pelajaran “ Hukum
Jaminan “.
Banda Aceh, November 2014
Penyusun,
Alvinur Rahmi
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................
i
DAFTAR
ISI
.............................................................................................................
ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
......................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ......................................................................
1
C. Tujuan
Penulisan ........................................................................
1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian
Jaminan Fidusia ....................................................... 2
B. Eksekusi
Jaminan Fidusia .......................................................... 3
C. Cara
Pengeksekusian Jaminan Fidusia ...................................... 5
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
.................................................................................
8
B. Resume
.......................................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. iii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah: “Jaminan
Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan
bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya”
Dalam Jaminan Fidusia,
apabila debiturnya melakukan seuatu wanprestasi maka krediturnya, dapat
melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia tersebut tetapi harus adanya
cara-cara tertentu terhadap pengeksekusian objek jaminananya, oleh karena itu,
penulis tertarik untuk membahas tentang bagaimana proses pengeksekusian jaminan
fidusia di Indonesia, dengan judul “Eksekusi Jaminan Fidusia di Indonesia”.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah:
1. Pengertian Eksekusi Jaminan Fidusia
2. Cara Eksekusi Jaminan Fidusia
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan
pembuatan makalah ini adalah :
1. Memberitahukan kepada pembaca pengertian eksekusi jaminan
fidusia
2.
Menberitahukan kepada
pembaca tentang cara eksekusi jaminan fidusia di Indonesia
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian Jaminan
Fidusia
Istilah fidusia berasal dari bahasa
Belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam bahasa inggris disebut fiduciary
transfer of ownership, yang artinya kepercayaan. Di dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia, yaitu:
“Pengalihan
hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik
benda itu.”
Yang diartikan dengan pengalihan hak
kepemilikan adalsh pemindahan hak kepemilikan dari pemberi fidusia kepada
penerima fidusia atas dasar kepercayaan, dengan syarat bahwa benda yang menjadi
objeknya tetap berada di tangan pemberi fidusia.
Di samping istilah fidusia, dikenal
juga istilah jaminan fidusia. Istilah jaminan fidusia ini dikenal dalam Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah:
“Jaminan
Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan
bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya”.
Unsur-Unsur Jaminan Fidusia adalah:
1. Adanya
hak jaminan;
2. Adanya
objek, yaitu benda bergerak baik yang berujud maupun yang tidak berwujud dan
benda tidak bergerak, khususnya bangunan yag tidak dibebani hak tanggungan. Ini
berkaitan dengan pembebanan jaminan rumah susun.
3. Benda
menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia; dan
4. Memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.
B.
Eksekusi
Jaminan Fidusia
Eksekusi jaminan fidusia merupakan
penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia, diatur dalam
Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Yang menjadi
penyebab timbulnya eksekusi jaminan fidusia ini adalah karena debitur atau
pemberi fidusia cedera janji atau tidak memenuhi prestasinya tepat pada
waktunya kepada penerima fidusia, walaupun mereka telah diberikan somasi.[1]
Dalam ketentuan Pasal 29
Undang-undang Fidusia merupakan suatu ketentuan bersyarat, yang baru berlaku
apabila syarat yag disebutkan sudah terpenuhi. yaitu syarat, bahwa “debitur atau pemberi
fidusia sudah cidera janji. yang dimaksud dengan cidera janji adalah tidak
memenuhi kewajiban perikatannya dengan baik dan sebagaimana mestinya.
Pasal 29 Undang-undang Jaminan
Fidusia menyatakan bahwa apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera Janji,
eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan
dengan cara:
a.
Pelaksanaan
titel eksekutorial oleh penerima Fidusia
b.
Penjualan benda
yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima-fidusia sendiri
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutannya dari hasil
penjualan; dan
c.
Penjualan di
bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan
penerima-fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.[2]
Jadi prinsipnya adalah bahwa penjualan benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia harus melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini
diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi. Namun, demikian dalam hal
penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi
yang menguntungkan baik Pemberi Fidusia ataupun Penerima Fidusia, maka
dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh
Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia dan syarat jangka waktu pelaksanaan
penjualan tersebut dipenuhi[3]
Ada dua kemungkinan dari hasil pelelangan atau penjualan barang
jaminan fidusia, yaitu:
1.
hasil eksekusi
melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan
tersebut kepada pemberi fidusia.
2.
hasil eksekusi
tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur atau pemberi fidusia tetap
bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar.
Ada 2 janji yang dilarang dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan
fidusia, yaitu:
1.
Janji
melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan
cara yang bertentangan dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, dan
2.
Janji yang
memberi kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi
objek jaminan fidusia apabila debitur cedera janji.
Kedua macam perjanjian tersebut
adalah batal demi hukum, Artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap
tidak ada.[4]
C.
Cara Eksekusi Jaminan Fidusia
Eksekusi
Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini:
a)
Eksekusi langsung dengan titel eksekutorial yang
berarti sama kekuatannya dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
Eksekusi ini dibenarkan oleh
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jarninan Fidusia karena menurut pasal
15 ayat (2) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, sertifikat
Jaminan Fidusia menggunakan irah-irah “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang berarti kekuatannya sama
dengan kekuatan putusan pengadilan yang bersifat tetap. Irah-irah ini
memberikan titel eksekutorial dan berarti akta tersebut tinggal dieksekusi
tanpa harus melalui suatu putusan pengadilan. Karena itu, yang dimaksud dengan
fiat eksekusi adalah eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu
putusan pengadilan yang telah berkekuatan pasti, yakni dengan cara meminta fiat
dari ketua pengadilan dengan cara memohon penetapan dari ketua pengadilan untuk
melakukan eksekusi. Ketua pengadilan akan memimpin eksekusi sebagaimana
dimaksud dalam HIR.[5]
b)
Eksekusi
Berdasarkan Grosse Sertifikat Jaminan Fidusia
Berdasarkan ketentuan Pasal 196 ayat
(3) Herzein Inlandsch Reglement (“HIR”), Kreditur harus mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan, agar
dilaksanakan eksekusi atas benda jaminan berdasarkan titel eksekusitorial
sertifikat jaminan fidusia. Ketua akan memanggil debitur/pemberi fidusia dan
memerintahkan agar debitur/pemberi fidusia memenuhi kewajibannya sebagaimana
mestinya. Setelah waktu tersebut lampau dan debitur/pemberi fidusia tetap tidak
memenuhi kewajibannya secara sukarela, maka ketua akan memerintahkan kepada
juru sita untuk menyita benda jaminan.
Pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan
menjual barang jaminan di muka umum (secara lelang) atau dengan cara yang oleh
ketua pengadilan dianggsp baik.[6]
c)
Eksekusi
Berdasarkan Parate Eksekusi
Pelaksanaan Parate Eksekusi tidak
melibatkan pengadilan maupun Juru sita. Apabila dipenuhi syarat pada pasal 29
ayat (1b) Undang-Undang Fidusia, yaitu: “penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan
Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan”. Kreditur bisa lagsung
menghubungi juru lelang dan meminta agar benda jaminan di lelang. Dalam parate
eksekusi, harus selalu dilaksanakan melalui atau penjualan di muka umum atau
lelang.
Eksekusi melalui parate
eksekusi mempunyai akibat, yaitu bahwa
kreditur yang melaksanakan eksekusi berdasarkan parate eksekusi, tidak bisa
menuntut perlindungan berdasarkan ketentuan Pasal 200 H.I.R., karena ketentuan
tersebut hanya berlaku untuk pelaksanaan keputusa hakim. Konsekuensinya kalau
penghuni rumah yang dilelang tidak mau meninggalkan rumah yang bersangkutan,
maka yang berkepentingan harus menggugatnya di muka Pengadilan melalui gugatan
pengosongan biasa.[7]
d)
Penjualan di
Bawah Tangan
Pelaksanaan penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak di lakukan setelah
lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi
fidusia dan penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.
Jadi pada prinsipnya pelaksanaan penjualan dibawah tangan di lakukan oleh
pemberi fidusiasendiri, selanjutnya hasil penjualan tersebut di serahkan kepada
penerima fidusia (pihak kreditor/bank) untuk melunasi hutang pemberi fidusia
(debitor).[8]
Penutup
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini
adalah:
1. Eksekusi jaminan fidusia merupakan penyitaan dan penjualan benda
yang menjadi objek jaminan fidusia.
2. Pengeksekusian jaminan fidusia dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu:
a.
Eksekusi langsung dengan titel eksekutorial yang
berarti sama kekuatannya dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
b. Eksekusi Berdasarkan Grosse Sertifikat Jaminan Fidusia
c.
Eksekusi
Berdasarkan Parate Eksekusi
d.
Penjualan di
Bawah Tangan.
B.
Saran
Saya selaku penyusun
sangat menyadari masih jauh dari sempurna dan tentunya banyak sekali kekurangan
dalam pembutan makalah ini.Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya
kemampuan kami.
Oleh karena itu, Saya
selaku pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun.Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami
khususnya bagi pembaca.
Daftar Pustaka
Salim. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Satrio, J. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusis. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang
Yayasan, Jaminan Fidusia, Jabatan Notaris, Advokad,dan Peraturan Pelaksanaannya
Tahun 2009. Jakarta: Tamita
Utama.
Widjaja,
Gunawan., Ahmad Yani. 2000. Jaminan
Fidusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
file:///C:/Users/user/Desktop/data%20rahmi/h.jaminan/EKSEKUSI%20OBYEK%20JAMINAN%20FIDUSIA%20-%20MelissaCute.htm
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBsQ
[1]. Salim HS. Perkembangan
Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafinda Persada, 2004), hal. 49
[2] . Undang-undang
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Yayasan, Jaminan Fidusia,
Jabatan Notaris, Advokad,dan Peraturan Pelaksanaannya Tahun 2009. (Jakarta:
Tamita Utama, 2009), hal.124
[3] Gunawan
Widjaja dan Ahmad Yani. Jaminan
Fidusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000). hal. 152.
[5].file:///C:/Users/user/Desktop/data%20rahmi/h.jaminan/EKSEKUSI%20OBYEK%20JAMINAN%20FIDUSIA%20-%20MelissaCute.htm
[6] .J.Satrio. Hukum
Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia. (Bandung: Citra Aditya Bakti: 2002).
hal.319
[8].http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBsQ
No comments:
Post a Comment